Mataram (ANTARA) - Dosen Program Studi Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Mataram Paryono mengatakan masyarakat harus mengawal titik koordinat yang tercantum dalam pungutan ekspor pasir hasil sedimentasi laut.
"Titik koordinat dalam peraturan itu harus diperhatikan,"ujarnya di Mataram, Jumat.
Paryono menuturkan aturan soal ekspor sedimen laut masih mengambang, lokasi atau titik koordinat dari pengambilan sedimentasi laut masih belum jelas.
Presiden Joko Widodo sempat mengatakan lokasi pengerukan sedimentasi laut berada di jalur pelayaran kapal, namun aturan itu masih ditentukan titik koordinatnya berdasarkan undang-undang. Hal itu memunculkan berbagai perdebatan.
Aktivitas pengambilan sedimentasi laut tidak akan menjadi masalah jika titik koordinatnya berada di jalur kapal. Namun, aktivitas itu dapat menjadi masalah jika lokasi pengambilan sedimentasi berada di area hidup biota laut, baik yang hidup di darat maupun perairan dangkal.
Menurutnya, pengambilan sedimentasi laut di jalur kapal sudah biasa dilakukan untuk memudahkan pelayaran.
"Kalau di jalur kapal silahkan saja," kata Paryono.
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa pengambilan sedimentasi laut dapat mempengaruhi atau memberikan ancaman terhadap pulau-pulau kecil sekitar pengambilan sedimentasi berdasarkan tingkat ketebalan dan struktur pantai.
Dampak itu tergantung ketebalan dan struktur pantai. Bila pantai itu berbatu, maka berapapun rupanya dikeruk tidak masalah.
Paryono berharap agar pemerintah dapat mengeluarkan aturan teknis terkait pengambilan sedimentasi laut tersebut.
"Mengeluarkan aturan teknis, misalnya untuk memberikan kewenangan dimana, kemudian detail izinnya apa," pungkasnya.
Baca juga: Sebanyak 66 perusahaan daftarkan izin pemanfaatan pasir laut
Baca juga: Jokowi bantah buka ekspor pasir laut