Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Mataram mengeluarkan ancaman untuk menjemput paksa penyewa alat berat milik Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Lombok pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nusa Tenggara Barat bernama Fendy.
"Kalau dalam penyidikan ini yang bersangkutan (Fendy) tidak mengindahkan tiga kali panggilan penyidik, sesuai prosedur, kami akan melakukan upaya paksa agar yang bersangkutan hadir ke hadapan penyidik," kata Kepala Satreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Kamis.
Panggilan pertama di tahap penyidikan ini, jelas dia, akan terhitung mulai pekan depan sesuai dengan penerbitan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada Senin (14/10).
"Jadi, panggilan pertamanya terhitung mulai di tahap penyidikan," ujarnya.
Baca juga: Dua penanganan kasus korupsi di Polresta Mataram kini naik ke penyidikan
Untuk tahap penyelidikan, Yogi tidak memungkiri bahwa pihaknya sudah mengundang Fendy untuk memberikan klarifikasi, namun hingga empat kali melayangkan undangan klarifikasi, Fendy tidak juga hadir.
"Yang kemarin (tahap penyelidikan) sempat kami klarifikasi, yang bersangkutan ada (tanggapan). Tetapi, setelah kami undang untuk hadir klarifikasi, tidak pernah hadir. Empat kali kami undang, tidak pernah hadir," ucap dia.
Status penanganan perkara naik ke tahap penyidikan terhitung sejak Rabu (9/10) sesuai hasil gelar perkara di Polda NTB.
Yogi memastikan peningkatan status penanganan perkara ini sudah sesuai prosedur terkait adanya temuan indikasi perbuatan melawan hukum yang mengarah ke pidana korupsi.
"Sedikitnya sudah ada dua alat bukti yang ditemukan sehingga disepakati perkara ini naik ke tahap penyidikan," ujarnya.
Baca juga: Kerugian negara dalam kasus sewa alat berat PUPR NTB capai Rp3 miliar
Salah satu alat bukti tersebut berkaitan dengan adanya potensi kerugian keuangan negara senilai Rp3 miliar. Nilai itu muncul dalam periode sewa pada tahun 2021 sampai pada Juli 2024.
"Potensi kerugian ini dilihat dari nilai sewa per hari. Untuk nilai pastinya, kami akan tunggu langkah audit dari inspektorat. Soal audit, kami akan koordinasi dengan Inspektorat NTB," kata dia.
Kasus dugaan korupsi pada kegiatan sewa alat berat ini muncul dari laporan masyarakat. Dugaan korupsi muncul sejak kegiatan penyewaan pada tahun 2021. Alat berat yang disewa, antara lain, ekskavator, truk jungkit, dan pengaduk semen.
Alat berat hasil pengadaan tersebut selanjutnya disewakan kepada seseorang bernama Fendy. Secara aturan, uang sewa seharusnya langsung disetorkan ke kas negara, namun sebaliknya uang sewa tidak kunjung dibayar hingga kini.
Baca juga: Polresta Mataran temukan indikasi PMH dalam kasus sewa alat berat PUPR NTB
Baca juga: Polisi minta pendapat ahli terkait kasus sewa alat berat di PUPR NTB