Ormas agama kelola batu bara hingga optimalisasi migas

id Catatan akhir tahun,Pertambangan 2024,Ormas Agama kelola tambang,Optimalisasi migas Oleh Putu Indah Savitri

Ormas agama kelola batu bara hingga optimalisasi migas

Foto udara kendaraan memuat batu bara tujuan ekspor ke atas tongkang di tempat penampungan batu bara Muaro Jambi, Jambi, Jumat (8/11/2024). BPS menyebut nilai ekspor asal Provinsi Jambi pada September 2024 turun sebesar 0,79 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau dari 189,51 juta dolar AS pada Agustus 2024 menjadi 188,01 juta dolar AS pada September 2024 yang disebabkan penurunan ekspor beberapa komoditi meliputi, batu bara, pinang, minyak nabati, dan migas. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/YU

Jakarta (ANTARA) - Walaupun dunia berada dalam masa transisi energi, sektor pertambangan masih menjadi primadona bagi Indonesia. Bagaimana tidak?

Joko Widodo (Jokowi) ketika masih menjabat sebagai Presiden RI menyatakan bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan kontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sangat besar bagi Indonesia, yakni mencapai setidaknya Rp1.800 triliun dalam 10 tahun terakhir.

Selain itu, Indonesia juga ditasbihkan sebagai salah satu pengekspor terbesar batu bara di dunia.

Dengan total ekspor hampir mencapai 600 juta metrik ton per tahun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa batu bara Indonesia terus diminati oleh pasar internasional, termasuk negara-negara di Eropa.

Meski fokus pada pengembangan energi terbarukan semakin meningkat, Bahlil menyatakan bahwa kontrak ekspor batu bara dengan negara-negara Eropa masih berjalan hingga saat ini.

Berdasarkan data ekspor yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 17 September 2024, sektor pertambangan masih memberi kontribusi yang tinggi. Sektor migas, yang terdiri atas minyak mentah, hasil minyak, dan gas alam menyumbang 6,16 persen dari total ekspor Indonesia pada Januari–Agustus 2024.

Di sisi lain, sektor pertambangan menempati posisi kedua tertinggi dalam kategori ekspor nonmigas, dengan menyumbang 18,22 persen dari total ekspor Indonesia pada Januari–Agustus 2024.

Berbagai capaian tersebut tidak terlepas dari liku-liku kebijakan pertambangan yang diwarnai capaian hingga polemik. Berikut adalah rangkuman perjalanan sektor pertambangan Indonesia pada 2024.


Keberhasilan mengakuisisi PT Vale Indonesia

Pemerintah Indonesia melalui holding BUMN pertambangan MIND ID resmi mengakuisisi 14 persen saham PT Vale Indonesia pada 26 Februari 2024. Dengan penandatanganan tersebut, MIND ID saat ini memegang saham Vale Indonesia sebesar 34 persen.

PT Vale Indonesia adalah salah satu perusahaan nikel terbesar di Indonesia.

Oleh karenanya, Luhut Binsar Pandjaitan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi menekankan bahwa selesainya proses divestasi tersebut merupakan pertanda penting dalam program hilirisasi nikel, terutama untuk memasok kebutuhan nikel pada pasar Eropa dan Amerika Serikat.

Adapun komitmen investasi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencapai Rp178,58 triliun atau 11,2 miliar dolar AS dengan kurs dolar Rp15.944.

Dengan rampungnya proses divestasi tersebut, maka syarat bagi Vale untuk bisa memperpanjang kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan (IUPK) telah terpenuhi.

Pada 13 Mei 2024, PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) pun resmi menerima perpanjangan izin operasi untuk periode sampai dengan 28 Desember 2035 setelah diterbitkannya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Berdasarkan IUPK, PT Vale wajib menyelesaikan pembangunan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian baru, termasuk fasilitas hilir lebih lanjut, dalam jangka waktu yang ditentukan.

Polemik tambang batu bara untuk ormas keagamaan

Pada bulan yang sama dengan keluarnya perpanjangan IUPK untuk PT Vale, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang membuka peluang bagi badan usaha milik organisasi masyarakat (ormas) keagamaan mengelola usaha pertambangan batu bara selama periode 2024–2029.

Aturan tersebut memicu kekhawatiran akan lahirnya konflik horizontal, sebagaimana yang telah disuarakan oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) maupun Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Semarang Sanctus Gregorius.

Meskipun demikian, Bahlil yang saat itu menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), memandang terjadinya konflik horizontal akibat munculnya perizinan mengelola tambang batu bara untuk badan usaha organisasi masyarakat (ormas) keagamaan sebagai sesuatu yang berlebihan.

Terkait dengan wilayah tambang, Pemerintah menyiapkan enam wilayah yang sudah pernah berproduksi atau eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara untuk badan usaha ormas agama.

Keenam WIUPK yang dipersiapkan, yaitu lahan eks PKP2B PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

Pada 14 Desember 2024, Bahlil yang sudah menjadi Menteri ESDM menyatakan organisasi keagamaan Muhammadiyah berpotensi besar untuk mengelola tambang bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) milik PT Adaro Energy Tbk.

Lebih lanjut, ia mengatakan untuk organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) sudah terlebih dahulu mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) untuk mengelola bekas PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Pemerintah berpandangan bahwa pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan merupakan upaya untuk menyokong pemerataan ekonomi.

Optimalisasi hulu migas

Angin segar tidak hanya dinikmati oleh badan usaha milik organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Para aktor di sektor hulu migas juga menerima kabar baik sepanjang tahun 2024.

Untuk optimalisasi produksi migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 110.K/MG.01/MEM.M/2024 tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial yang Tidak Diusahakan dalam Rangka Optimalisasi Produksi Minyak dan Gas Bumi.

Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengaktifkan kembali lapangan-lapangan yang menganggur atau idle, yang selama ini tidak diupayakan.

Kemudian, Kementerian ESDM juga menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang baru dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi Ariana Soemanto menjelaskan pembaruan aturan ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kontraktor dan Pemerintah. Salah satu poin penting pada aturan ini adalah kepastian bagi hasil yang diterima kontraktor dapat mencapai 75–95 persen.

Pada kontrak gross split lama, bagi hasil kontraktor sangat variatif, bisa sangat rendah, hingga nol persen pada kondisi tertentu.

Selain itu, aturan gross split baru ini juga membuat wilayah kerja migas nonkonvensional lebih menarik, sebab bagi hasil untuk kontraktor dapat mencapai 93–95 persen di awal. Hal ini dapat segera diterapkan pada WK GMB Tanjung Enim dan MNK Rokan.

Baca juga: Polres Dompu lanjutkan penanganan kasus perusakan fasilitas tambang STM

Kemudian, parameter-parameter yang menentukan besaran angka bagi hasil untuk kontraktor disederhanakan dari 13 parameter menjadi hanya 5 parameter, agar lebih implementatif perhitungannya dan menarik di lapangan.

Pada 3 Desember 2024, Bahlil menyaksikan penandatanganan Kontrak Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi (WK Migas) Central Andaman, WK Migas pertama dengan skema New Gross Split.

Tanda tangan dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Konsorsium Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), yakni Harbour Energy Central Andaman Ltd. dan Mubadala Energy (Central Andaman) Rsc Ltd.

Baca juga: Hilirisasi mineral berpeluang dongkrak pertumbuhan ekonomi di NTB

Penandatanganan Kontrak WK Migas ini menandai upaya pemerintah dalam peningkatan lifting minyak dan gas bumi, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo dalam upaya mencapai swasembada energi.

Sepanjang 2024, berbagai elemen menjadi pertimbangan Pemerintah dalam membuat kebijakan di sektor pertambangan.

Berbagai pertimbangan tersebut yang meliputi terobosan Pemerintah untuk mendongkrak hilirisasi nikel, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk turut mengelola tambang melalui badan usaha ormas keagamaan, hingga menghadirkan kemudahan bagi para aktor di sektor hulu migas.