Ekonom ingatkan Pemprov NTB agar tidak terlena dengan inflasi rendah

id inflasi 2024,inflasi ntb,nusa tenggara barat,komoditas penyumbang inflasi,inflasi 2025,ekonom

Ekonom ingatkan Pemprov NTB agar tidak terlena dengan inflasi rendah

Ilustrasi - Laju inflasi kota/kabupaten. (Dok Antara)

Mataram (ANTARA) - Ekonom Universitas Mataram Ihsan Rois mengingatkan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) agar tidak terlena dengan angka inflasi tahun kalender atau year to date 2024 yang terlalu rendah.

"Pemerintah jangan sampai terlena dengan inflasi rendah yang terjadi pada tahun 2024, kemudian tidak mengawasi inflasi pada tahun 2025," ujarnya di Mataram, Senin.

Ihsan menuturkan masyarakat selaku konsumen berharap daerah mengalami inflasi yang rendah agar mereka bisa membeli barang kebutuhan dengan lebih banyak.

Namun, angka inflasi yang terlalu rendah justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi insentif produsen dalam memproduksi barang maupun jasa.

Baca juga: Inflasi NTB rendah jadikan aktivitas produksi lesu

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), angka inflasi tahun kalender 2024 di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) hanya mencapai 1,28 persen. Standar inflasi yang ditetapkan pemerintah pusat adalah 2,5 persen +- 1 persen yang berarti inflasi paling rendah sebesar 1,5 persen dan inflasi paling tinggi mencapai 3,5 persen.

Selama 10 tahun terakhir di luar periode terdampak pandemi (2020 dan 2021), inflasi tahun 2024 merupakan inflasi terendah dalam 10 tahun terakhir di NTB.

"Pemerintah perlu memperhatikan komoditas apa saja yang menjadi penyumbang inflasi bagi daerah," kata Ihsan.

Baca juga: Inflasi 2024 di NTB capai 1,28 persen

Lebih lanjut dia memandang inflasi yang terjadi pada 2025 bisa lebih terkendali atau dalam kata lain sesuai dengan koridor yang ada karena sejak awal tahun beberapa komoditas mengalami lonjakan harga, seperti cabai merah keriting yang menembus harga hingga Rp100 ribu per kilogram.

Kenaikan harga yang memicu inflasi terjadi akibat pasokan barang lebih rendah ketimbang permintaan konsumen.

"Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus mencegah jangan sampai inflasi melewati target," pungkas Ihsan yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram tersebut.

Baca juga: BPS: Tomat dan bawang merah sumbang inflasi tertinggi di NTB

Baca juga: Tomat dan emas sumbang inflasi tertinggi di NTB