Pengemudi truk tak bisa selalu disalahkan, tapi perusahaannya

id Menko AHY, Menko Infra, Pengemudi truk, ODOL, Zero ODOL

Pengemudi truk tak bisa selalu disalahkan, tapi perusahaannya

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memberi keterangan kepada awak media seusai memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Implementasi Rencana Aksi Nasional Penanganan Kendaraan Lebih Dimensi dan Lebih Muatan atau ODOL di Jakarta, Senin (6/10/2025). ANTARA/Harianto

Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan penanganan kendaraan over dimension over loading (ODOL) tidak boleh hanya menyalahkan pengemudi, melainkan juga melibatkan tanggung jawab penuh pihak perusahaan dan pemilik barang.

Dalam jumpa pers setelah Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Implementasi Rencana Aksi Nasional Penanganan Kendaraan Lebih Dimensi dan Lebih Muatan atau ODOL di Jakarta, Senin, AHY mengatakan banyak kecelakaan terjadi bukan semata akibat kelalaian pengemudi, tetapi karena kendaraan yang digunakan sudah melebihi kapasitas muatan dan tidak layak secara teknis untuk beroperasi di jalan raya.

"Justru kami melihat seringkali yang selalu dianggap bersalah adalah pengemudi, kelalaian pengemudi, paling sering tuh kelalaian pengemudi, padahal harus dilihat bahwa pengemudinya fit pun kalau kendaraannya melebihi kapasitas, tonasenya, dimensinya, itu mau dia baru makan, segar, fit, ya kecelakaan bisa terjadi," kata AHY.

Ia menilai, meskipun pengemudi dalam kondisi sehat dan fokus, kendaraan ODOL tetap berisiko tinggi menyebabkan kecelakaan fatal yang mengancam nyawa mereka dan pengguna jalan lainnya.

AHY mencontohkan banyak peristiwa tragis dimana keluarga pengguna jalan menjadi korban akibat kelalaian perusahaan yang tidak mematuhi batas muatan dan mengabaikan aspek keselamatan transportasi barang.

Ia menegaskan perusahaan harus bertanggung jawab penuh atas kondisi kendaraan dan proses pemberangkatan logistik, bukan hanya menimpakan kesalahan kepada pengemudi di lapangan.

"Saya pernah atau kita sering melihat lah, mendengar berita gitu, satu kendaraan, satu keluarga habis ditabrak oleh ODOL. Sedih rasanya, tapi ini tidak bisa hanya dalam bentuk duka cita. Harus ada perbaikan yang mendasar. Ownernya, perusahaannya, harus kita minta tanggung jawabnya," tegas AHY.

Pemerintah akan memperkuat penegakan aturan, termasuk memeriksa karoseri dan memastikan tidak ada modifikasi berbahaya yang melampaui spesifikasi teknis kendaraan untuk menghindari pelanggaran pidana.

Oleh karena itu, AHY menegaskan kebijakan zero ODOL tidak akan ditunda dan mulai diterapkan secara efektif pada 1 Januari 2027, apalagi isu itu sudah menjadi perhatian nasional dan atensi khusus dari Presiden Prabowo Subianto juga DPR RI.

"Zero ODOL ini tidak bisa lagi ditunggu-tunggu ataupun ditunda-tunda. Karena itu dengan ikhtiar dan kerja keras kita semua diharapkan tanggal 1 Januari tahun 2027, kebijakan zero ODOL ini sudah berlaku efektif," kata AHY.

Hal senada pernah disampaikan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi yang menegaskan bahwa penanganan kendaraan ODOL tidak cukup hanya menindak pengemudi, tetapi harus menyasar juga pemilik kendaraan dan pengguna jasa logistik secara menyeluruh untuk bertanggung jawab.

"Ke depan kami ingin tidak hanya pemilik, tapi juga pengemudi, pemilik dan juga penggunanya. Tidak bisa kemudian mereka melepas tangan seolah semuanya hanya kepada pengemudi (sopir) saja," kata Menhub dalam bincang bersama awak media di Jakarta, Kamis (8/5) malam.

Baca juga: Kajian dampak kebijakan nihil ODOL rampung Desember 2025

Ia menegaskan, pelaku usaha tidak boleh lagi lepas dari tanggung jawab termasuk pihak pengguna jasa truk. Beban bukan sepenuhnya kepada sopir karena baginya pengemudi hanya menjalankan perintah kerja.

Ia mencontohkan situasi di mana seseorang yang memiliki barang kerap kali memilih jalan pintas dengan hanya membayar satu truk, meskipun barang yang dikirim seharusnya memerlukan dua truk untuk memuatnya secara aman. Demi menghemat biaya, pengguna truk sadar melanggar aturan kapasitas angkut, namun tetap memaksakan muatan berlebih dalam satu kendaraan.

Baca juga: RI, Switzerland strengthen cooperation on sustainable infrastructure

Praktik semacam itu menurut Menhub merupakan pelanggaran yang dilakukan dengan kesadaran penuh akan risikonya terhadap keselamatan di jalan raya. Ketika truk dipaksa membawa beban berlebih, potensi kecelakaan seperti rem blong sangat besar, dan tanggung jawab hukum tidak seharusnya hanya dibebankan kepada pengemudi semata.

Menurut Dudy, pengemudi sering berada dalam posisi tidak berdaya karena tekanan ekonomi, sehingga pelanggaran ODOL seharusnya tidak hanya dibebankan kepada mereka semata sebagai pelaku lapangan.


Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.