Lombok Barat, NTB (ANTARA) - Federasi Palang Merah Internasional (IFRC) mengapresiasi terpasangnya alat sistem peringatan dini (early warning system) di Desa Cendimanik, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Wakil Sekretaris Jenderal untuk Diplomasi Kemanusiaan dan Digitalisasi IFRC, Nena Stoiljkovic menyampaikan apresiasi tinggi terhadap semangat dan kesiapan Pemerintah Provinsi NTB serta PMI dalam membangun ketahanan masyarakat melalui EWS.
"Kami berterima kasih bantuan yang kami berikan dapat dimanfaatkan dalam membangkitkan semangat edukasi masyarakat untuk tanggap pada bencana," ujarnya di Sekotong, Lombok Barat, Jumat.
Sebanyak 37 delegasi dari 18 negara yang tergabung dalam IFRC meninjau alat EWS hasil kerja sama antara PMI dan mitra internasional yang terpasang di Musholla Dusun Empol Utara, Desa Cendimanik, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat.
Ia mengaku memuji langkah PMI NTB dan PMI Lombok Barat dalam melibatkan komunitas untuk memberikan edukasi terhadap mitigasi resiko dan antisipasi bencana, sehingga masyarakat desa menjadi berdaya dan mandiri ketika terjadi sinyal bencana.
"Pemasangan EWS ini sudah memiliki sebuah peraturan desa yang diinisiasi relawan PMI," katanya.
Baca juga: Peringatan dini tsunami di Lombok Tengah tetap berfungsi normal
Relawan PMI Lombok Barat, Ahyar mengatakan sebelum ada alat EWS tersebut, pihaknya sangat kesulitan memberikan informasi pada warga terkait bencana banjir yang berasal dari laut atau rob hingga dari meluapnya air sungai di wilayah setempat.
"Alhamdulillah, adanya alat EWS ini, kini edukasi ke warga terkait kebencanaan bisa mudah dilakukan," ujarnya di hadapan puluhan delegasi IFRC.
Ketua PMI NTB dr Lalu Herman Mahaputra mengatakan kunjungan para delegasi mitra PMI ini, difokuskan melihat implementasi dalam aksi antisipasi bencana berbasis masyarakat. Kecamatan Sekotong dipilih karena daerah ini merupakan kawasan pesisir yang memiliki potensi tinggi terhadap bencana banjir rob dan tsunami, sekaligus lokasi pemasangan tiga alat EWS.
"Kunjungan ini, harapannya dengan aksi nyata bencana oleh relawan PMI yang didukung oleh masyarakat melalui pemerintah desa," katanya.
Direktur RSUP NTB ini, menegaskan sistem peringatan dini tersebut bekerja dengan sensor pendeteksi perubahan debit air laut. Yakni, Ketika terjadi peningkatan debit air yang signifikan, alat akan memberikan sinyal kepada BMKG dan dinas terkait untuk segera diteruskan ke masyarakat.
"Jadi kita harapkan nanti desa yang akan berdaya dulu, jadi bagaimana mengenali sinyal-sinyal dari bencana. Bilamana debit air laut meningkat untuk terjadi banjir dan tsunami kita sudah ada warning," jelas Dokter Jack sapaan karibnya.
Baca juga: BMKG keluarkan peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di NTB
Ketua PMI Lombok Barat, Haris Karnain, menambahkan kunjungan para delegasi asing ini merupakan bentuk pengakuan internasional terhadap keberhasilan NTB dalam mengembangkan sistem mitigasi bencana berbasis komunitas yang bersifat bottom up.
Menurut dia, NTB saat ini menjadi provinsi pertama di Indonesia yang berhasil membentuk kelompok kerja aksi antisipasi bencana berbasis masyarakat. Hal inilah yang membuat delegasi internasional tertarik datang langsung melihat model implementasi mitigasi bencana dari komunitas lokal.
"Jadi kita memang percontohan nasional, hanya di sini dia implementasinya. NTB juga memang baru punya kelompok kerja aksi antisipasi (Pokja AA). Jadi barang ini se-Indonesia baru di NTB makanya negara-negara donor mau berkunjung melihat bentuk implementasinya langsung," ujar Haris.
Haris mengaku, dalam tiga bulan terakhir PMI telah memasang alat detektor banjir di kawasan aliran sungai yang sering terdampak banjir.
"Dengan sistem tersebut, masyarakat dapat segera memperoleh peringatan dini dan melakukan evakuasi mandiri sebelum bencana menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda," katanya.
Baca juga: Tiga alat peringatan dini tsunami siap dipasang di Mataram
