Perlindungan konsumen perlu menjadi prioritas utama bagi PUJK

id PUJK,LPPI,Perlindungan Konsumen,OJK,Literasi Keuangan,Inklusi Keuangan

Perlindungan konsumen perlu menjadi prioritas utama bagi PUJK

Tangkapan layar - Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Heru Kristiyana berbicara dalam The 7th Indonesia Risk Management Outlook 2024 dengan tema "Beyond Uncertainty and Opportunity: Technology and Leadership as Key Elements" yang dipantau virtual di Jakarta, Jumat (27/10/2023). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak/am.

Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Heru Kristiyana mengatakan perlindungan konsumen perlu menjadi prioritas utama bagi pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
 

“Pasca diterbitkannya UU P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) dan POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, seluruh pelaku jasa keuangan diwajibkan untuk melaksanakan market conduct, dan tentunya edukasi guna meningkatkan kemampuan konsumen dalam memilih layanan sektor jasa keuangan,” kata dia dalam acara virtual seminar yang diadakan LPPI, Jakarta, Jumat.

Edukasi ini juga bertujuan untuk menumbuhkan indeks literasi keuangan agar konsumen tidak terjebak pada produk yang berpotensi merugikan masyarakat.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sekitar 49,56 persen atau meningkat dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 38,03 persen. Sementara itu, indeks inklusi keuangan tahun 2022 mencapai 85,10 persen atau meningkat dibandingkan tahun 2019 sebesar 76,19 persen.

Angka tersebut menunjukkan bahwa gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi semakin menurun dari 38,16 persen pada tahun 2019 menjadi 35,54 persen pada tahun 2022.

Hasil SNLIK tingkat tahun 2022 juga memperlihatkan perbankan masih menjadi primadona masyarakat untuk menyimpan dana.

Tercatat, inklusi keuangan sektor perbankan mencapai 74,03 persen, sedangkan tingkat inklusi keuangan di sektor jasa keuangan lainnya mencapai masing-masing 20 persen. Jasa keuangan lain itu antara lain pasar modal, pegadaian, dan dana pensiun.

Pencapaian tingkat inklusi keuangan sektor perbankan membuat jumlah nominal simpanan masyarakat di perbankan turut bertumbuh. Berdasarkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), terdapat dana sekitar Rp8.086 triliun disimpan di bank umum per Juni 2023 atau meningkat dari tahun ke tahun selama kurun waktu 4 tahun terakhir.

“Peningkatan dana simpanan itu seiring dengan pertumbuhan jumlah rekening nasabah perbankan. Kita mencatat juga pada pertengahan tahun 2023, jumlah rekening nasabah mencapai 520,8 juta akun atau melonjak dua kali lipat daripada tahun 2019. Peningkatan ini sebenarnya tidak terlepas dari kepercayaan masyarakat terhadap perbankan,” ungkap Heru.

Di sisi lain, terdapat penurunan premi asuransi pada tahun 2023 sebesar 9,81 persen secara year on year (yoy) per bulan Maret dengan nilai Rp44,84 triliun dari tahun sebelumnya mencapai Rp49,72 triliun.

Pihaknya mengharapkan penurunan ini tidak menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga terkait.

Baca juga: BPOM sebut kandungan kosmetik ilegal membahayakan
Baca juga: Peningkatan literasi keuangan harus terus digerakkan bersama

“Kita tentunya akan berusaha untuk memaksimalkan literasi maupun inklusi keuangan kita agar kepercayaan masyarakat terhadap di seluruh industri jasa keuangan kita dari tahun ke tahun meningkat. Untuk hal tersebut, OJK sebagai pengawasan market conduct, tentunya perannya juga harus diharapkan oleh masyarakat untuk terus me-literate maupun meningkatkan inklusi keuangan di masyarakat kita,” ucap Direktur LPPI.