Yogyakarta (ANTARA) - Alhamdulillah, silaturrahim klarifikasi dan mitigasi Mbah Ibnu Hajar alias Mbah Benu berjalan lancar. Mbah Ibnu menyampaikan alasan kenapa menetapkan awal dan akhir Ramadhan selisih 5 hari dari yg lain.
Dia menjawab sebagaimana yg telah beredar di media bahwa penetapan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan "kontak" batin dengan Allah, yang mana dia telah mengatakan wushul kepada Allah. Peringkat wusul ilallah itu katanya dia dapatkan pada tanggal 21 November 2021 ketika ziarah di makam Syech Jumadul Kubro. Jadi, sejak itu dia selalu melakukan "kontak" dengn Allah setiap ada tamu yg akan meminta nasehat.
Setelah mbah Ibnu klarifikasi, kita menyimpulkan bahwa ada masalah yang mukholifussyar'i tentang masalah wushul atau "kontak" dengan Allah. Maka kami pun menjelaskan bagaimana metodologi penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan sesuai dengan apa yg didawuhkan Allah dan Rasulnya.
Beberapa dalil saya cuplik baik Al-Qur'an maupun haidts tentang metode penentuan awal dan akhir Ramadhan. Selanjutnya saya teruskan tentang bab wushul ilallah itu haq sesuatu yg benar, namun bahwa wushul ilallah tetap tidak bisa lepas dari syariat.
Orang yang mengaku wushul ilallah, tapi lepas dari syariat, seperti layangan putus. Rasulullah Muhammad SAW adalah seorang Nabi dan Rasul. Tidak ada orang yg wusulnya melebihi Nabi Muhammad, namun dalam menentukan awal dan akhir bulan tetap menyuruh sahabat melakukan ru'yatul hilal.
Nabi tidak melakukan "kontak" batin kepada Allah SWT, tapi menyuruh sahabat melihat hilal. Nabi perintah melihat hilal itu merupakan wahyu dari Allah. Artinya, penetapan awal dan akhir bln melalui ru'yatul hilal itu merupakan wahyu dari Allah. Sebab apa yang dilakukan Nabi Muhammad baik perkataan, perbuatan, maupun diamnya, merupakan wahyu.
Meskipun agak sulit menjelaskan, karena selain faktor usia, juga karena sudah berkurang pendengarannya, alhamdulillah mbah Ibnu Hajar sudah mulai taslim. Saya menilai tidak cukup satu atau dua kali, tp perlu beberapa kali menjelaskan.
Secara umum mbah Ibnu Hajar sosok yang suple, mudah komunikasi, suka bergurau, dan welcome alias terbuka. Beliau tidak sulit menerima masukan. Akan tetapi keyakinan "kontak" dengan Allah itu belum bisa hilang 100 persen. Masih perlu sering dimitigasi, agar bisa kembali ke syariat secara utuh.
Kemudian kami juga menyampaikan bahwa jika keyakinan mbah Ibnu Hajar tidak bisa hilang, ke depannya kita menyarankan agar keyakinan itu dipakai secara pribadi, tidak mengajak yang lain. Jika ada jamaah atau masyarakat yang bertanya, maka kita sarankan mbah Ibnu Hajar menyarankan agar mengikuti ketetapan NU dan Pemerintah. Hal ini agar tidak banyak lagi masyarakat yg mengikuti ijtihad "kontak" batin tersebut. Dan alhamdulillah mbah Ibnu Hajar menyepakati hal-hal ini.
Untuk hal-hal lain, kami tidak menemukan kejanggalan, seperti shalat, dzikir yg dibaca, dan syariat lainnya masih sama sebagaimana syariat pada umumnya. Semoga kita semua mendapatkan petunjuk Allah SWT.
*) Penulis adalah LBM PWNU Yogyakarta
Baca juga: Dalih "sudah telepon Allah", Ketua PBNU kecam Lebaran lebih awal di Gunung Kidul
Baca juga: Mengawali, Ratusan Jamaah Masjid Aolia Gunungkidul gelar shalat Idul Fitri