Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) menitipkan penahanan anggota polisi berinisial IR yang menjadi tersangka rudapaksa terhadap putri kandungnya di Lapas Kelas IIA Sumbawa.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Sumbawa Zanuar Ikhram melalui sambungan telepon, Kamis, mengatakan hal tersebut sesuai dengan surat perintah dari penuntut umum dalam kegiatan tahap dua atau pelimpahan tersangka dan barang bukti dari pihak penyidik kepolisian.
"Iya, sesuai surat perintah tahap dua hari ini, penahanan IR kami titipkan di Lapas Kelas IIA Sumbawa," kata Zanuar.
Baca juga: LPA pantau penanganan kasus pemerkosaan oknum polisi di Sumbawa
Sebagai bahan kebutuhan penuntutan yang akan berlangsung di Pengadilan Negeri Sumbawa, lanjut dia, kini penuntut umum sedang menyiapkan kelengkapan administrasi pelimpahan perkara ke pengadilan.
"Kelengkapan administrasi ini termasuk surat dakwaan, semua sedang disiapkan untuk syarat pelimpahan ke pengadilan," ujarnya.
Penyidik yang melimpahkan perkara IR ini dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB. Dalam tahap penyidikan, tersangka IR menjalani penahanan di sel khusus yang berada di bawah pengawasan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda NTB.
Dalam berkas perkara, penyidik menerapkan sangkaan pidana Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) juncto Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 6 huruf c jo. Pasal 15 ayat (1) huruf a,e dan d UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Perkara ini telah mendapat perhatian dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram. Joko Jumadi, ketua LPA Kota Mataram sebelumnya mengatakan bahwa tersangka IR melakukan aksi rudapaksa sejak putri kandungnya duduk di bangku sekolah dasar.
"Korban telah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan bapak kandungnya sendiri, sejak (korban) masih kelas 6 SD sampai lulus SMA," kata Joko Jumadi yang juga menjadi pendamping korban.
Aksi rudapaksa itu kerap dilakukan di rumahnya ketika istri sedang tidur maupun tidak sedang berada di rumah. Setiap kali beraksi, tersangka kerap memberi ancaman kepada korban.
"Ancamannya itu akan meninggalkan ibu korban dan tidak akan mengurus adik-adik korban jika tidak dilayani," ujar dia.
LPA Mataram memberikan pendampingan terhadap korban berdasarkan laporan aduan. Korban yang sudah merasa lelah dengan perbuatan tersangka memilih untuk bersuara dan melaporkan kasus ini ke Polda NTB.