Saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, dikutip di Jakarta, Kamis, Menkeu menjelaskan penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi di berbagai sektor.
Wacana PPN 12 persen tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021. Kala itu, pemerintah mempertimbangkan kondisi kesehatan hingga kebutuhan pokok masyarakat yang terimbas oleh pandemi COVID-19.
"Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok," ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Tarif PPN 12 persen diusulkan dibahas di pemerintahan baru
Dia mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.
"Seperti ketika terjadinya krisis keuangan global dan pandemi, itu kami gunakan APBN," tambahnya.
Namun, dalam implementasinya nanti, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.
"Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik," tuturnya.
Baca juga: Menengok potensi dampak kenaikan PPN 12 persen untuk keberlanjutan
Kebijakan PPN 12 persen termaktub dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 yang disusun oleh Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam beleid itu, disebutkan bahwa PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.
Akan tetapi, belakangan terdapat indikasi pelemahan daya beli masyarakat, yang mendorong banyak pihak meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut.
Para menteri pada kabinet sebelumnya menyerahkan keputusan rencana kenaikan PPN kepada pemerintahan baru.
Baca juga: Pengumuman!! Tarif PPN naik 12 persen mulai tahun 2025
Baca juga: Ekonom khawatirkan wacana PPN 12 persen
Baca juga: Kenaikan PPN 12 persen berpotensi hambat pertumbuhan ekonomi Indonesia
"Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok," ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Tarif PPN 12 persen diusulkan dibahas di pemerintahan baru
Dia mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dijaga kesehatannya, dan pada saat yang sama, juga mampu berfungsi merespons berbagai krisis.
"Seperti ketika terjadinya krisis keuangan global dan pandemi, itu kami gunakan APBN," tambahnya.
Namun, dalam implementasinya nanti, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berhati-hati dan berupaya memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat.
"Sudah ada UU-nya. Kami perlu menyiapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan tapi dengan penjelasan yang baik," tuturnya.
Baca juga: Menengok potensi dampak kenaikan PPN 12 persen untuk keberlanjutan
Kebijakan PPN 12 persen termaktub dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 yang disusun oleh Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam beleid itu, disebutkan bahwa PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.
Akan tetapi, belakangan terdapat indikasi pelemahan daya beli masyarakat, yang mendorong banyak pihak meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut.
Para menteri pada kabinet sebelumnya menyerahkan keputusan rencana kenaikan PPN kepada pemerintahan baru.
Baca juga: Pengumuman!! Tarif PPN naik 12 persen mulai tahun 2025
Baca juga: Ekonom khawatirkan wacana PPN 12 persen
Baca juga: Kenaikan PPN 12 persen berpotensi hambat pertumbuhan ekonomi Indonesia