Sri Mulyani sebutkan biaya penanganan COVID-19 setara 4,2 persen dari PDB

id sri mulyani,stimulus ekonomi,anggaran penanganan covid 19,pemulihan ekonomi

Sri Mulyani sebutkan biaya penanganan COVID-19 setara 4,2 persen dari PDB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ketika memaparkan Kerangka Ekonomi Makro Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) untuk RAPBN 2021 dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (22/6/2020). (ANTARA/Dewa Wiguna)

Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan upaya pemerintah untuk menangani dampak dan wabah COVID-19 melalui program stimulus ekonomi yang mencapai Rp695,2 triliun setara dengan 4,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Indonesia kalau diukur dari paket revisi Perpres 54/2020 yang kami sampaikan dengan defisit di 6,4 persen, maka kita memberikan stimulus 4,2 persen dari GDP,” kata Sri Mulyani dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

Total anggaran penanganan COVID-19 Rp695,2 triliun terdiri dari kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, serta sektoral K/L dan Pemda Rp106,11 triliun.

Sri Mulyani menyatakan stimulus dikeluarkan oleh pemerintah bertujuan agar perekonomian yang sudah melemah tidak jatuh lebih dalam, sehingga dilakukan melalui kebijakan baik dari sisi moneter maupun fiskal.

Ia menuturkan tak hanya Indonesia yang menggelontorkan stimulus untuk memulihkan ekonomi, melainkan juga negara-negara G-20 lainnya seperti Jerman, Jepang, Italia, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Perancis, Kanada, hingga Rusia.

“Dengan kontraksi yang sangat dalam maka semua negara melakukan program stimulus untuk menolong ekonominya,” ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani menyebutkan Jerman merupakan negara yang menggelontorkan stimulus paling tinggi yaitu mencapai 19,3 persen dari PDB, disusul Jepang dan Italia masing-masing 14,3 persen, Inggris 13,7 persen, AS 13,6 persen, Australia 9,9 persen, dan Perancis 9,5 persen.

Kemudian Kanada 8,6 persen dari PDB, Korea 7,9 persen, Afrika Selatan dan Turki 6 persen, China 5,6 persen, India 5,2 persen, Arab Saudi 4,9 persen, Brazil 4,6 persen, Argentina 3,8 persen, Meksiko 3,3 persen, dan Rusia 1,8 persen.

Sementara itu Sri Mulyani menyatakan pemerintah masih akan terus mewaspadai perkembangan wabah COVID-19, mengingat jumlah kasusnya meningkat setiap hari terutama di kota-kota yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian.

“Kita harus meningkatkan kewaspadaan karena jumlah kasus COVID-19 meningkat seiring dengan langkah pemerintah untuk melakukan pengujian dengan rapid test yang semakin meluas,” ujarnya.

Ia menuturkan terdapat enam daerah yang memiliki kasus COVID-19 tinggi yaitu DKI Jakarta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 18 persen, Jawa Timur 14,9 persen, Jawa Barat 13,4 persen, Jawa Tengah 8,6 persen, Sulawesi Selatan 3,2 persen, dan Kalimantan Selatan 1,1 persen.

“COVID-19 tidak hanya berpengaruh pada masyarakat, namun juga pada ekonomi karena daerah-daerah yang kasusnya tinggi merupakan kontributor ekonomi terbesar di Indonesia,” ujarnya.