Hakim menyatakan penyidikan DLHK NTB terkait kasus kayu tidak sah

id putusan praperadilan,dlhk ntb,pengadilan mataram,kasus kayu,sonokeling sumbawa

Hakim menyatakan penyidikan DLHK NTB terkait kasus kayu tidak sah

Suasana sidang praperadilan dari permohonan tersangka Iwan dalam penyidikan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Nusa Tenggara Barat terkait kasus angkut kayu sonokeling dari Sumbawa, di Pengadilan Negeri Mataran, Rabu (3/11/2021). ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Hakim tunggal praperadilan Pengadilan Negeri Mataram dalam putusannya menyatakan penyidikan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait kasus angkut kayu sonokeling dari Sumbawa dengan tersangka Ahmad Fauzi alias Iwan tidak sah.

"Menyatakan sprindik (surat perintah penyidikan) tertanggal 4 Oktober 2021 yang dikeluarkan pihak termohon (DLHK NTB) tidak sah dan tidak berdasarkan hukum," kata hakim tunggal Mahyudin Igo dalam putusan praperadilan dari permohonan tersangka Iwan, di Pengadilan Negeri Mataran, Rabu.

Dalam putusannya, hakim tunggal juga menyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum terkait surat perintah penangkapan serta penahanan pemohon oleh Penyidik PNS DLHK NTB.

Dengan putusan demikian, hakim tunggal yang mengabulkan seluruh permohonan tersangka Iwan, memerintahkan termohon untuk mengembalikan barang bukti sitaan berupa dokumen perjalanan, 693 batang kayu balok jenis sonokeling berbagai ukuran, truk angkut bernomor polisi P 8093 UR, dan barang pribadi pemohon.

Terakhir, hakim tunggal memerintahkan kepada pihak termohon untuk segera mengeluarkan pemohon dari tahanan dan memulihkan seluruh harkat, martabat, serta kedudukannya sebagai warga negara.

Hakim tunggal menyatakan putusan demikian dengan mempertimbangkan berbagai hal yang terungkap dalam sidang praperadilannya.

Salah satunya terkait penetapan pemohon sebagai tersangka. Hakim tunggal menilai PPNS DLHK NTB terkesan terburu-buru dalam menetapkan Iwan sebagai tersangka.

Hal itu dilihat dari belum ada pemeriksaan terhadap Hamzah, pemilik UD Raih Putra, penampung kayu yang berperan menjual kayu kepada Iwan. Hakim tunggal menilai keterangan Hamzah bisa menjadi alat bukti kuat dalam menentukan adanya unsur perbuatan pidana dari kasus tersebut.

Walaupun ada pihak lainnya telah menjalani pemeriksaan, seperti Bambang sebagai pemilik lahan pribadi tempat kayu sonokeling tersebut ditebang dan Ryan Dicky sebagai sopir truk pengangkut kayu. Namun hal itu dinilai belum menjadi bagian dari kekuatan alat bukti dalam menentukan pemohon sebagai tersangka.

"Karenanya, penetapan pemohon sebagai tersangka masih prematur. Seharusnya pihak termohon dapat memperjelas kembali asal-usul kayu, apakah kayu itu berasal dari kawasan hutan atau kayu legal dari lahan pribadi," ujarnya pula.

Hakim juga menimbang terkait rangkaian perbuatan pemohon, mulai dari penebangan, pengangkutan hingga akhirnya diamankan di wilayah Lombok Timur. Seluruhnya dinilai hakim belum lengkap dan jelas.

"Penyidik tidak pernah menetapkan tersangka terhadap Bambang dan Hamzah yang menjual kayu kepada pemohon," ujar dia.

Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum termohon AKBP Ridwan yang menjadi Korwas Ditreskrimsus Polda NTB menyatakan masih akan berdiskusi dengan tim dan pimpinan.

"Pada intinya putusan hakim akan kami laksanakan sesuai dengan bunyi putusannya," kata Ridwan, usai sidang dengan didampingi Kasi Gakkum DLHK NTB Astan Wirya.

Sementara, kuasa hukum pemohon, Suhartono usai sidang putusan mengatakan bahwa dirinya sangat menghormati putusan hakim tunggal tersebut.

Menurutnya, putusan itu sudah menunjukkan keadilan sesuai dengan permohonan praperadilan yang diajukannya kliennya, Iwan.

"Jadi, kami ajukan permohonan ini semua ada dasarnya. Kami meyakinkan hakim berdasarkan saksi dan alat bukti surat," kata Hartono.

Iwan sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka terkait pengangkutan kayu sonokeling sebanyak 693 batang dengan volume 18 meter kubik. Truk yang mengangkut kayu tersebut diamankan dalam perjalanan menuju Pasuruan, Jawa Timur, di wilayah Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur pada Jumat (17/9) lalu.


Penyidik kemudian menyatakan aktivitas yang menjadi tanggung jawab Iwan itu telah melanggar Instruksi Gubernur NTB Nomor 188.4.5-75/kum Tahun 2020.

Iwan kemudian ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pidana dalam Undang-Undang RI Nomor 18/2013 tentang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan atau Undang-Undang RI Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.