Kemenag: perbedaan Idul Adha jangan jadi pemecah umat Islam

id lebaran,haji,mataram

Kemenag: perbedaan Idul Adha jangan jadi pemecah umat Islam

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Mataram H Muhammad Amin. (Foto: ANTARA/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Kantor Kementerian Agama Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengatakan, perbedaan perayaan Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah, jangan sampai menjadi pemecah umat Islam.

"Yang lebaran hari Sabtu (9/7) silakan, begitu juga yang lebaran hari Ahad (10/7), yang penting adalah rasa persaudaraan dan kebersamaan. Kita tidak boleh pecah hanya karena adanya perbedaan," kata Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Mataram H Muhammad Amin di Mataram, Kamis.

Pernyataan itu disampaikan menyikapi adanya perbedaan perayaan Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah/2022. 
 
Dikatakan, kebijakan penetapan Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah sesuai keputusan pemerintah jatuh pada Ahad (10/7), diambil berdasarkan hasil dari kegiatan melihat hilal penetapan 1 Dzulhijah yang dilakukan pada sekitar 35-36 tempat di beberapa daerah se-Indonesia dengan menggunakan alat canggih. 

Pada saat itu, lanjutnya, hilal tidak kelihatan sehingga ditetapkan tanggal 1 Dzulhijah 1443 Hijriah jatuh pada hari Jumat (1/7), sehingga Hari Raya Idul Adha jatuh pada hari Ahad (10/7).

"Keputusan yang diambil pemerintah ini bukan main-main, karena berdasarkan pemantauan hilal di puluhan titik se-Indonesia," katanya.

Namun demikian, pihaknya tetap mengingatkan umat Islam untuk melaksanakan shalat Idul Adha sesuai dengan keyakinan masing-masing tanpa harus melihat perbedaan yang bisa memicu perpecahan.

Di sisi lain, Amin juga tetap mengingatkan masyarakat agar saat melaksanakan shalat id dapat menerapkan protokol kesehatan, minimal dengan menggunakan masker.

Hal senada juga sebelumnya disampaikan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kota Mataram Lalu Martawang, mengimbau agar masyarakat yang melaksanakan shalat id  menerapkan prokes. 

"Ketika masyarakat akan melaksanakan kegiatan agama, sosial, dan kemasyarakatan tetap diimbau menerapkan prokes minimal menggunakan masker dan mencuci tangan," katanya.

Hal itu terkait adanya kenaikan kasus COVID-19 subvarian Omicron di beberapa daerah, sehingga pemerintah kembali melakukan pengetatan terhadap prokes COVID-19 namun Pemerintah Kota Mataram tidak melarang masyarakat shalat id di lapangan terbuka.

Namun demikian, lanjut Martawang, masyarakat atau pihak-pihak tertentu yang akan melaksanakan shalat id di lapangan terbuka tidak perlu lagi meminta izin atau rekomendasi dari Satgas COVID-19, atau pemerintah setempat.

Hanya saja pihak-pihak yang akan menggelar shalat id di lapangan diminta berkoordinasi dengan aparat setempat baik itu lurah maupun camat agar kegiatan mereka bisa terlaporkan ke pemerintah daerah.

"Jadi ketika kami di tanya pemerintah provinsi lokasi shalat id di lapangan terbuka kami bisa menjawab. Selain itu, bisa menjadi informasi dan opsi masyarakat untuk melaksanakan shalat id," katanya.