Turki berpacu waktu selamatkan korban gempa

id Gempa Turki,Gempa Turki-Suriah,Korban Gempa Turki Oleh Jafar M Sidik

Turki berpacu waktu selamatkan korban gempa

Foto udara yang memperlihatkan tingkat kerusakan akibat gempa Bumi Turki-Suriah dan proses pencarian korban di Kahramanmaras, Turki, 10 Februari 2023. REUTERS/STOYAN NENOV

Jakarta (ANTARA) - Korban meninggal dunia akibat gempa Bumi di Turki dan Suriah terus bertambah dari hari ke hari. Jumlahnya kini sudah melebihi angka 21.700 orang, selain juga melukai sekitar 75 ribu orang. Menurut laporan media dalam dan luar Turki, termasuk laman jaringan televisi Sky dari Inggris, sampai Jumat siang pukul 13.30 WIB, sudah 21.719 nyawa manusia direnggut oleh gempa Bumi dangkal berkekuatan Magnitudo 7,8 dan berpusat di Turki tenggara itu.

Tak semuanya di Turki, karena di Suriah yang berbatasan dengan Turki dan berdekatan dengan jalur Sesar Anatolia Timur yang memicu gempa itu, korban tewas juga terus bertambah. Menurut Badan Penanggulangan Bencana dan Kedaruratan Turki (AFAD), sampai Jumat pagi waktu setempat, jumlah korban tewas sudah 18.342 orang.

Gempa kali ini lebih mematikan ketimbang gempa lainnya di Turki pada 1999, yang saat itu dipicu oleh Sesar Anatolio Utara akibat pergerakan Lempeng Anatolia dan Lempeng Eurasia. Saat itu korban meninggal dunia mencapai 18.000 orang.

Ditambah 3.377 orang lainnya di Suriah, jumlah korban gempa Bumi kali ini bergerak mendekati angka 22 ribu orang. Tak saja melewati catatan-catatan gempa dahsyat lainnya termasuk gempa disertai tsunami di Jepang pada 2011 yang merenggut 18.400 nyawa manusia, gempa di Turki dan Suriah itu melampaui prediksi Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menaksir angka 20.000 meninggal dunia akibat gempa Turki-Suriah.

Jumlah yang sudah begitu banyak itu diperkirakan masih akan bertambah mengingat masih begitu banyak warga yang terperangkap di bawah reruntuhan bangunan yang ambruk akibat gempa. Situasi ini membuat tim penyelamat dan SAR di Turki dan Suriah berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan mereka yang masih bisa diselamatkan dan mengungsikan mereka yang nyawanya sudah tak bisa tertolong namun terimpit puing-puing bangunan.

Begitu dahsyatnya bencana ini sampai membuat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebutnya sebagai "bencana abad ini". Bagaimana tidak mengerikan. Jika gempa di Cianjur pada November tahun lalu "hanya" menyapu wilayah dalam radius belasan kilometer, maka gempa yang terjadi di Turki dan Suriah mengguncang hebat wilayah sejauh 340-an km.

Jarak sepanjang itu setara dengan rentang lokasi dari London ke Paris, atau dari Jakarta ke Purwokerto, Jawa Tengah. Berdasarkan laporan kantor berita AP, karena demikian luas ini, sekalipun tentara sudah dikerahkan untuk membantu upaya penyelamatan korban, tim SAR kesulitan memilih daerah yang mesti menjadi prioritas penyelamatan.


Minum air kencing sendiri

Jika melihat rangkaian foto udara yang mengabadikan skala kehancuran akibat gempa dangkal yang berpusat di darat ini, daerah-daerah tertimpa gempa itu memang rusak demikian parah. Kerusakan itu terjadi dalam hitungan menit, bahkan detik, atau jauh lebih singkat ketimbang kerusakan yang diakibatkan perang.

Di Adiyaman yang terletak di bagian tenggara Turki, sejumlah orang memohon tim penyelamat agar mau memeriksa puing-puing bangunan tempat kerabat mereka terperangkap di baliknya. Para petugas penyelamat menolak permohonan ini karena menanggap sudah tak ada yang bisa diselamatkan di situ. Mereka harus memprioritaskan daerah yang memiliki orang-orang yang kemungkinan masih bisa diselamatkan.

Bahkan dalam keadaan seironis ini, seperti terjadi pada setiap bencana alam di dunia ini, selalu ada kisah heroisme dan keajaiban di balik bencana. Salah satunya adalah kisah seorang remaja di Gaziantep yang diselamatkan setelah 94 jam terjebak di bawah puing-puing bangunan dan bertahan hidup dengan meminum air kencingnya sendiri. Kisah ini dilaporkan laman Sky News.

Begitu berhasil menyelamatkan si remaja yang kemudian diketahui bernama Adnan Muhammed Korkut, tim penyelamat turut larut dalam haru sekaligus bahagia. Bersama warga sekitar, mereka serempak bertepuk tangan sembari meneriakkan nama remaja berusia 17 tahun itu setelah berhasil ditarik dari ruang bawah tanah sebuah gedung. "Alhamdulillah, Engkau datang," kata si remaja menyebut Sang Pencipta, sembari memeluk ibunda tersayangnya. "Terima kasih semuanya," sambung dia, kepada orang-orang yang menyelamatkannya. Korkut hanya mengalami luka ringan, tetapi dia terpaksa meminum air kencing sendiri agar bertahan hidup. "Aku punya anak sepertimu," kata seorang petugas penyelamat yang menyelamatkan Korkut.

Si petugas mengaku tidak tidur selama 4 hari karena fokus mengeluarkan Korkut. Banyak kisah tentang keajaiban seperti dialami Korkut ini, sebanyak heroisme yang ditunjukkan petugas penyelamat yang menolong Korkut.


Keadaan darurat

Namun, seperti rekan-rekannya di Suriah, orang-orang seperti petugas yang menyelamatkan Korkut, awalnya dikritik lamban memberikan pertolongan. Bukan hanya petugas penyelamat dan SAR yang dikritik. Presiden Erdogan juga sempat menjadi sasaran kritik sampai dia terpaksa menutup sementara akun Twitter-nya karena banjir kecaman.

Kini proses penyelamatan korban sudah mulai lebih baik ketimbang hari-hari sebelumnya, apalagi setelah Erdogan mengumumkannya sebagai bencana nasional dan menerapkan keadaan darurat yang membuatnya melangkah cepat tanpa skrining parlemen.

Sejumlah kalangan, termasuk media massa, mengkhawatirkan langkah ini mengulangi masa represif seperti sewaktu Erdogan mengumumkan keadaan darurat setelah kudeta gagal pada 2016.

Erdogan menepis kekhawatiran itu dengan menegaskan bahwa darurat nasional diperlukan guna mencegah salah perlakuan dan salah urus di kawasan-kawasan tertimpa gempa. Dia juga menandaskan pemerintah Turki akan mengambil langkah tegas kepada mereka yang berusaha memanfaatkan daerah terdampak gempa untuk kepentingannya sendiri.

Menurut dia, dalam status darurat, pemerintah justru lebih efektif dalam mencegah pihak-pihak yang berusaha memanfaatkan bencana, termasuk dari para penjarah harta korban gempa. Kamis 9 November kemarin, parlemen Turki sudah mengesahkan keadaan darurat itu.

Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang tengah berkuasa dan Partai Gerakan Nasionalis (MHP) menyatakan mendukungnya, sedangkan Partai Rakyat Republik (CHP) dan Partai Rakyat Demokratik (HDP) yang beroposisi tak mendukungnya.

Baca juga: Puluhan mahasiswa Jambi di Turki dievakuasi ke provinsi aman
Baca juga: BNPB terima daftar permintaan bantuan korban gempa Turki-Suriah


Keadaan darurat akan berlaku selama 3 bulan di 10 provinsi terdampak gempa. Menurut laman harian Turki, Hurriyet, keadaan darurat akan membuat pemerintah bertindak tanpa harus menunggu persetujuan parlemen.

Keadaan darurat juga membuat pemerintah berwenang menyita peralatan, kendaraan, tanah, dan peralatan medis untuk keperluan mempercepat penanganan dampak bencana. Keadaan darurat juga akan membatasi arus keluar masuk wilayah-wilayah yang tercakup dalam situasi keadaan darurat, selain kewenangan memindahkan orang dari satu distrik ke distrik lain.

Sungguh langkah drastis yang acap amat diperlukan saat harus mengatasi dampak bencana berskala sehebat gempa Bumi pada Senin 6 Februari itu. Rakyat Turki dan dunia, tentu berharap bersama langkah-langkah seperti itu, bisa membuat Turki segera bangkit kembali. Harapan sama untuk Suriah.