Kemenko Polhukam himpun informasi penanganan Ahmadiyah di NTB

id Kemenko Polhukam himpun informasi penanganan Ahmadiyah di NTB

Kemenko Polhukam himpun informasi penanganan Ahmadiyah di NTB

Kementerian Koordinator (Kemko) Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) mengutus Asisten Deputi II Brigjen Pol Damisnur, untuk menghimpun informasi tentang penanganan komunitas Ahmadiyah di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). (Suasana di lokasi p

"Kami datang untuk menghimpun informasi karena ada laporan masuk dari setara institusi (LSM) bahwa penanganan Ahmadiyah di daerah ini (NTB) tidak beres. Jadi, kami butuh informasi yang banyak," kata Damisnur.
Mataram (Antara Mataram) - Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) mengutus Asisten Deputi II Brigjen Pol Damisnur, untuk menghimpun informasi tentang penanganan komunitas Ahmadiyah di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Kami datang untuk menghimpun informasi karena ada laporan masuk dari setara institusi (LSM) bahwa penanganan Ahmadiyah di daerah ini (NTB) tidak beres. Jadi, kami butuh informasi yang banyak," kata Damisnur di awal pertemuan koordinasi dengan unsur Pemerintah Provinsi NTB, di Mataram, Kamis.

Pertemuan koordinasi itu dipimpin Asisten Administrasi Tata Praja dan Aparatur Pemerintahan Setda NTB Rosiady Sayuti dan dihadiri pejabat terkait di jajaran Pemprov NTB, tokoh masyarakat dan sejumlah tokoh agama.

Damisnur berharap para pihak di wilayah NTB dapat memberikan informasi yang memadai terkait Ahmadiyah, terutama dari aspek masalah dan penanganannya.

Informasi tersebut akan membantu Kemenko Polhukam dalam menyikapi berbagai laporan terkait Ahmadiyah di wilayah NTB.

"Jadi, kami butuh informasi sebanyak-banyaknya, kami bukan datang untuk mencari-cari masalah atau hal-hal yang tidak baik," ujarnya.

Rosiady yang mewakili Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi dalam pertemuan koordinasi itu, kemudian memaparkan potensi konflik dan upaya penanganannya terkait Ahmadiyah.

Eksistensi Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di wilayah NTB yang hingga kini masih terkonsentrasi di lokasi pengungsian, merupakan potensi konflik horizontal yang perlu diwaspadai pemerintah.

Awalnya Ahmadiyah muncul di Pancor, Kabupaten Lombok Timur belasan tahun silam, yang kemudian berpencar ke beberapa kabupaten di wilayah NTB, karena keberadaan mereka dipersoalkan warga setempat.

Kini, warga Ahmadiyah yang masih bertahan pengungsian Asrama Transito Kota Mataram sebanyak 36 kepala keluarga (KK) atau sekitar 138 jiwa.

Secara keseluruhan, jemaah Ahmadiyah di wilayah NTB, diperkirakan lebih dari 180 orang. Sebanyak 36 KK atau 138 jiwa diantaranya berada di Mataram, ibukota Provinsi NTB dan 42 jiwa lainnya berada di Kabupaten Lombok Tengah. Sementara warga Ahmadiyah di Pulau Sumbawa mencapai belasan KK.

Jamaah Ahmadiyah masih bertahan di Asrama Transito Mataram, mengaku masih trauma dengan aksi penyerangan seperti yang mereka alami di masa lalu, yakni enam peristiwa penyerangan yang melanda warga Ahmadiyah di Pulau Lombok dalam lima tahun terakhir ini.

Kasus terakhir 26 Nopember 2010, menjelang Magrib, ratusan warga menyerang dan merusak rumah warga Ahmadiyah di Dusun Ketapang, Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, NTB, yang sudah ditinggal pemiliknya karena mengungsi ke Asrama Transito Mataram.

Bahkan, aksi perusakan rumah warga Ahmadiyah oleh seratusan warga dari Dusun Ketapang, Desa Gegerung itu bukan hanya melibatkan kaum laki-laki, tetapi juga perempuan dan anak-anak.

Warga melempari dengan batu hingga memecahkan kaca jendela, genteng rumah dan sebagian warga menghancurkan tembok menggunakan linggis.

Warga Ahmadiyah yang rumahnya diserang itu merupakan bagian dari 36 kepala keluarga (KK) atau 138 jiwa warga Ahmadiyah yang mendiami asrama Transito Mataram setelah rumah mereka di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, dirusak dan dibakar massa, pada 4 Februari 2006.

Rosiady mengungkapkan bahwa upaya penanganan masalah Amhadiyah itu sudah sangat maksimal dan telah seringkali dibahas bersama pihak terkait.

"Bahkan, sudah pernah ada keputusan bersama, namun mereka (Ahmadiyah) sendiri yang tidak mematuhi hasil keputusan itu. Malah, pemerintah dianggap menghalangi aktivitas mereka," ujarnya.

Pada akhir pertemuan koordinasi itu, atas nama Pemerintah Provinsi NTB Rosiady menyarankan utusan Kemenko Polhukam menyampaikan kepada pemerintah pusat agar bersikap tegas, sehingga aparat kepolisian dan TNI tidak ragu dalam bertindak. (*)