Mataram (ANTARA) - Mahkamah Agung menetapkan vonis hukuman kepada pelaksana proyek pembangunan dermaga tahun anggaran 2017 di kawasan wisata Gili Air, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Edi S. A. Rahman menjadi 4 tahun penjara.
Majelis hakim kasasi menetapkan vonis demikian sesuai putusan nomor: 428 K/Pid.Sus/2023 tanggal 21 Maret 2023 yang membatalkan putusan banding Pengadilan Tinggi Mataram Nomor: 12/PID.TPK/2022/PT MTR tanggal 30 Agustus 2022 yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram Nomor: 8/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mtr tanggal 5 Juli 2022.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Selasa, membenarkan isi putusan tersebut sesuai yang sudah tersiar dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Mataram.
"Iya, putusan kasasi untuk terdakwa korupsi proyek dermaga Gili Air atas nama Edi S. A. Rahman sudah turun. Sesuai yang kami siarkan di SIPP, hakim kasasi membatalkan putusan banding dengan menetapkan vonis hukuman 4 tahun penjara," tutur Kelik.
Tindak lanjut dari adanya putusan tersebut, dia memastikan bahwa pihaknya telah meneruskan kepada jaksa penuntut umum maupun terdakwa melalui penasihat hukum.
Dalam putusan kasasi terdakwa sebagai pelaksana proyek yang menerima kuasa dari Direktur PT Gelora Megah Sejahtera, Suwandi, hakim turut menetapkan pidana denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, hakim kasasi turut menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp617,3 juta subsider 2,5 tahun kurungan.
Dengan membatalkan putusan banding, hakim kasasi menyatakan terdakwa tidak terbukti melanggar dakwaan primer, melainkan menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan terdakwa lain.
Sebelumnya, dalam putusan banding Pengadilan Tinggi Mataram, hakim menguatkan dan sekadar memperbaiki putusan pengadilan tingkat pertama dengan mengubah pidana hukuman dari 6 tahun menjadi 5 tahun penjara.
Untuk pidana denda masih sama dengan putusan pengadilan tingkat pertama, yakni Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Begitu juga dengan pembayaran uang pengganti kerugian negara senilai Rp617,3 juta subsider 2 tahun kurungan.
Dalam putusan pengadilan tingkat pertama pun terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer.