Cakupan balita stunting di Kabupaten Ngada NTT terus berkurang

id Stunting, kesehatan, balita stunting, ngada, ntt, flores, dinas kesehatan, bajawa

Cakupan balita stunting di Kabupaten Ngada NTT terus berkurang

Ilustrasi - Pengukuran lingkar kepala seorang anak di NTT. (FOTO ANTARA/Dokumentasi Pribadi)

Lewoleba, NTT (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat cakupan persentase balita stunting terus berkurang atau mengalami penurunan sejak tahun 2020 hingga Februari 2023.

"Untuk stunting, kami terus melakukan upaya spesifik dan memberikan imbauan tentang pentingnya pola asuh serta pola makan dengan gizi seimbang," kata Kepala Dinkes Kabupaten Ngada Yovita Maria Bernadette Moi saat dihubungi dari Bajawa, Kabupaten Ngada, Senin.

Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Ngada, cakupan stunting pada bulan Februari tahun 2023 sebesar 8,7 persen atau tersisa 948 balita stunting dari total balita sasaran sebanyak 10.940 balita. Ia menjelaskan angka itu menurun dari tahun 2022 sebesar 9,3 persen, 11,7 persen pada tahun 2021, dan 15,7 persen pada tahun 2020. Keberhasilan Pemerintah Kabupaten Ngada dalam menurunkan cakupan balita stunting tidak terlepas dari upaya strategis yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada.

Dinkes Kabupaten Ngada melakukan upaya spesifik yakni pelayanan ibu hamil pada saat pemeriksaan antenatal care (ANC) dengan fokus penekanan agar tidak ada ibu hamil kekurangan energi kronik (KEK) yang berpotensi melahirkan bayi stunting.

Selanjutnya, intervensi yang dilakukan adalah pemberian makanan tambahan (PMT) baik bagi ibu hamil KEK maupun bayi di bawah dua tahun (baduta) stunting dan balita gizi kurang dan gizi buruk. "PMT terutama makanan berprotein tinggi," katanya.

Selain intervensi berupa PMT, para petugas kesehatan memberikan tablet tambah darah pada anak usia sekolah terutama pada anak perempuan. Pemberian tablet tambah ini merupakan hal yang penting mengingat rentannya remaja perempuan mengalami anemia karena kehilangan banyak darah saat menstruasi.

Remaja yang mengalami anemia berisiko tinggi mengalami anemia juga saat masa kehamilan yang akan berdampak pada terhambatnya proses pertumbuhan dan perkembangan janin. Ia mengakui kurangnya kesadaran masyarakat terhadap faktor-faktor yang berisiko terhadap stunting menjadi kendala dalam upaya percepatan penurunan stunting.

Ia juga menyebut ada determinan penyebab stunting lain seperti angka kemiskinan dan kurangnya sanitasi dan kebersihan seperti pemenuhan air bersih dan buang air besar tidak di jamban sehat.

Baca juga: BKKBN educates Quality Family Village residents about nutrition
Baca juga: MPR meminta pemerintah komitmen wujudkan "zero stunting"


Namun Dinkes Kabupaten Ngada terus melakukan berbagai upaya percepatan penurunan stunting sehingga tidak ada lagi balita stunting di kabupaten tersebut. "Selain upaya spesifik tadi, kami juga memberikan imbauan tentang bagaimana usaha memperbaiki ekonomi keluarga bersama desa," demikian Yovita Maria Bernadette Moi.