Kupang (ANTARA) - Tim penyidik dari Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda NTT menilai bahwa tiga nelayan asal Kabupaten Rote Ndao yang menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak terancam hukuman mati atau 20 tahun penjara.
Direktur Polairud Polda NTT Kombes Pol Irwan Deffi Nasution kepada ANTARA di Kupang, Rabu malam, mengatakan tiga nelayan berinisial EHT, YAD dan SYD itu sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (23/1).
“Mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penangkapan ikan menggunakan bahan peledak,” katanya .
Dia menjelaskan bahwa ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman mati setelah dijerat dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang (UU) Darurat nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak, juncto Pasal 53 dan Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Tak hanya terancam hukuman mati, ketiganya juga terancam dihukum penjara paling lama 20 tahun penjara akibat perbuatan mereka.
"Dengan ancaman hukuman mati dan hukuman penjara setinggi-tingginya 20 tahun penjara," ungkapnya.
Dia mengatakan saat ditangkap pada Selasa (23/1), ketiganya sedang melakukan aksinya di perairan tanjung Oepao, di Kabupaten Rote Ndao. Irwan menambahkan bahwa saat ditangkap beberapa barang bukti juga diamankan seperti satu unit kapal motor dan juga pupuk di dalam jerigen yang digunakan sebagai bahan untuk membuat peledak.
Irwan menambahkan bahwa dirinya tidak main-main dengan para pelaku kejahatan yang melakukan penangkapan ikan dengan barang tidak ramah lingkungan seperti bahan peledak atau potas atau racun ikan.
Baca juga: Pemerintah menyalurkan KUR hingga Rp350 juta kepada nelayan
Baca juga: KKP SFV UPT Gondol mencatatkan PNBP 2023 sebesar Rp788,89 juta
Karena itu, dia mengimbau nelayan atau masyarakat NTT pada umumnya untuk menangkap ikan dengan alat tangkap ramah lingkungan sehingga tidak merusak terumbu karang atau lainnya.
Pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait bahan peledak yang digunakan untuk menangkap ikan.