Berdasarkan pantauan ANTARA, terlihat beberapa jurnalis terintimidasi oleh polisi dari Polda Metro Jaya, salah satunya jurnalis dari SCTV saat merekam video menggunakan ponselnya di pukul oleh personel polisi sehingga terpental jatuh di depan Stasiun TVRI.
Begitu pula dengan jurnalis dari Vivanews, saat merekam polisi membubarkan paksa pengunjuk rasa buruh menggunakan ponselnya.
Ketika mengambil video, tiba-tiba seorang anggota meminta video atau foto untuk dihapus, kalau tidak akan dibawa ke mobil. Padahal, Ia sudah menjelaskan dia adalah wartawan.
"Hapus video tadi, kalau enggak saya bawa ke mobil," kata Jurnalis Viva yang menirukan anggota polisi berbaju putih dengan emosi.
Kemudian, Wartawan Foto Bisnis Indonesia, Nurul Hidayat pun mendapatkan perlakukan yang sama, ketika sedang mengabadikan para buruh yang diamankan ke dalam mobil tahanan oleh polisi, namun foto tersebut diminta polisi untuk dihapus.
"Ketika motret para buruh yang dibawa masuk ke mobil tahanan, tiba tiba petugas ada yang turun suruh hapus foto tersebut. Sempat adu mulut, saya mempertahankan foto, sampai akhirnya temannya datang. Dia bilang saya bawa juga," katanya.
Wartawan foto dari Jawa Pos, Miftahul pun mendapatkan perlakukan yang lebih parah dari anggota polisi ketika mengabadikan para demonstran yang dibawa masuk ke dalam mobil tahanan di depan gedung TVRI.
"Saya ditarik bajunya, dihapus fotonya," kata Miftah.
Ia menirukan omongan polisi, "Dihapus juga video dan foto. Tunggu rilis. Kamu jangan sewenang wenang. Lo, Gua lihat dari tadi foto-foto video. Lo mau hapus atau gua kandangin.”
Wartawan Inews TV pun juga mendapat perlakukan yang sama dari ketika melakukan kegiatan peliputan masa aksi yang berkumpul di depan TVRI. "Hapus videonya, tar ada preskon," ujar wartawan Inews.