Jaksa tuntut mantan Direktur RSUD Praya Loteng 7,5 tahun penjara

id muzakir langkir,mantan direktur rsud praya,kasus suap proyek blud,pemotongan biaya proyek blud,tuntutan jaksa

Jaksa tuntut mantan Direktur RSUD Praya Loteng  7,5 tahun penjara

Mantan Direktur RSUD Praya Muzakir Langkir yang menjadi terdakwa korupsi dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada tahun anggaran 2017 s.d. 2020 duduk di kursi pesakitan dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Jumat (23/6/2023) sore. ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Jaksa menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana hukuman kepada mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Muzakir Langkir selama 7,5 tahun penjara dalam perkara korupsi dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada tahun anggaran 2017 sampai dengan 2020.

"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana hukuman kepada terdakwa Muzakir Langkir selama 7 tahun dan 6 bulan penjara," kata Surya Diatmika mewakili tim jaksa penuntut umum dalam sidang tuntutan terdakwa Muzakir Langkir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Jumat sore.

Jaksa turut meminta agar majelis hakim menetapkan pidana denda untuk terdakwa sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan badan. Jaksa dalam tuntutan membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp536 juta yang merupakan hasil pengurangan pengembalian dari terdakwa maupun tiga rekanan pelaksana proyek dengan nilai Rp347 juta dari total kerugian Rp883 juta.

Apabila terdakwa tidak mampu membayar dalam periode 1 bulan terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap, kata jaksa, pihaknya akan menyita dan melelang harta benda milik terdakwa untuk menutupi uang pengganti. "Jika harta benda terdakwa tidak juga mencukupi untuk mengganti, terdakwa wajib menjalani hukuman kurungan badan selama 2 tahun dan 9 bulan," ujar jaksa.

Tuntutan untuk membayar uang pengganti tersebut merujuk pada dakwaan jaksa yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Jaksa turut membebankan uang pengganti tambahan sebesar Rp862,6 juta subsider 6 bulan kurungan badan. Nilai tersebut merupakan hasil pengurangan dari pengembalian saksi Baiq Prapningdiah dan Siti Zubaidah sebanyak Rp14,4 juta dari nilai suap dan/atau gratifikasi terdakwa sebesar Rp877 juta.

Tuntutan untuk membayar uang pengganti tambahan tersebut merujuk pada pembuktian Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Jaksa membacakan tuntutan tersebut dengan pertimbangan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan perbuatan terdakwa telah merugikan masyarakat.

"Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah menjalani pidana hukuman, terdakwa mengakui perbuatan, terdakwa telah menunjukkan iktikad baik dengan memulihkan sebagian kerugian negara senilai Rp50 juta, dan terdakwa bersikap sopan selama persidangan," ucapnya.

Dalam uraian tuntutan, penuntut umum turut menjelaskan perihal peran Muzakir Langkir yang bertanggung jawab munculnya kerugian negara Rp883 juta. Muzakir Langkir sebagai kuasa pengguna anggaran dalam pengelolaan dana BLUD pada RSUD Praya memerintahkan terdakwa kedua, Adi Sasmita, sebagai pejabat pembuat komitmen untuk menetapkan sejumlah perusahaan penyedia yang bisa mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa.

Muzakir Langkir turut memerintahkan terdakwa lain, Baiq Prapningdiah Asmarini, dalam kapasitas sebagai Bendahara Pengeluaran Daerah pada RSUD Praya melakukan pemotongan pembayaran pekerjaan yang telah dikerjakan oleh penyedia.

Baca juga: Jaksa menuntut Direktur CV ABB bayar Rp27,7 miliar kerugian korupsi KUR
Baca juga: Penyidik memeriksa rekanan BLUD RSUD Sumbawa secara maraton


Hal itu dikuatkan dengan hasil ahli audit yang menemukan adanya kerugian negara dalam sejumlah pekerjaan pengadaan barang dan jasa periode 2017 s.d. 2020 senilai Rp883 juta. Penuntut umum menyampaikan angka kerugian tersebut muncul dalam kegiatan pengadaan makanan basah dan kering berdasarkan laporan hasil audit Inspektorat Lombok Tengah.