Warga gugat Angkasa Pura di PTUN Mataram

id Gugat Angkasa Pura

Warga gugat Angkasa Pura di PTUN Mataram

Hamdan, SH, selaku kuasa hukum para penggugat PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Lombok (tergugat I), dan Bupati Lombok Tengah (tergugat II), menunjukkan dokumen sebagai bahan gugatan di PTUN Mataram. (Foto Antaranews NTB/Awaludin).

Surat gugatan sudah kami daftarkan, tinggal menunggu panggilan dari pengadilan
Mataram (Antaranews NTB) - Sebanyak 22 warga Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menggugat Perseroan Terbatas Angkasa Pura I di Pengadilan Tata Usaha Negara Mataram, karena belum mendapatkan pembayaran atas bidang tanah yang sekarang menjadi Bandara Internasional Lombok.

"Surat gugatan sudah kami daftarkan, tinggal menunggu panggilan dari pengadilan," kata Hamdan, SH, selaku kuasa hukum para penggugat yang ditemui wartawan usai mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram, Senin (19/2).

Ia menyebutkan tanah yang belum dibayar oleh Angkasa Pura seluas 7,10 hektare dengan taksiran harga mencapai Rp100 miliar sesuai dengan harga pasaran saat ini.

Total luas lahan tersebut akumulasi dari 25 orang yang mengklaim pemilik tanah. Namun hanya 22 orang yang melayangkan gugatan karena sebagian lagi sudah meninggal dunia.

Hamdan mengatakan para pemilik dan ahli waris lahan yang sudah dijadikan sebagai areal bandara menunggu proses penyelesaian pembayaran haknya selama 24 tahun. Namun hingga saat ini belum ada kejelasan.

"Ada pemilik tanah yang sudah mendapat pembayaran, namun hanya sebagian bidang tanahnya. Ada juga yang belum sama sekali memperoleh pembayaran padalah mereka punya bukti kuat sebagai pemilik sah tanah," ujarnya.

Selain melayangkan gugatan ke PTUN Mataram, puluhan warga pemilik tanah tersebut juga sudah melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah.

Hamdan menyebutkan dalam materi permohonan gugatan tersebut, ada dua pihak yang digugat, yakni PT Angkasa Pura I di Gedung Graha Angkasa Pura, Bandar Kemayoran, Jakarta Cq PT Angkasa Pura Airport Lombok sebagai tergugat I. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah Cq Bupati Lombok Tengah selaku tergugat II.

Adapun dasar dan/atau alasan-alasan diajukanya gugatan perbuatan melawan hukum adalah bahwa pada sekitar tahun 1994/1995, tergugat II dalam kedudukannya selaku Kepala Pemerintahan Kabupaten Lombok Tengah adalah Anggota Tim 9 (sembilan) melakukan pembebasan tanah bersama sama dengan PT Angkasa Pura I Airport Lombok (tergugat I) untuk membangun Bandar Udara Internasional Lombok.

Bandara tersebut dibangun diatas tanah warga Desa Tanak Awu, dan Desa Ketare, Kecamatan Pujut, dan Desa Penujak, Kecamatan Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah.

Alasan lainnya adalah bahwa pada pelaksanaan pembebasan tanah untuk membangun Bandar Udara Internasional Lombok tersebut terrdapat 25 orang pemilik tanah yang sisa tanahya sampai saat ini belum terbayar, yaitu dalam gugatan ini disebut sebagai para penggugat.

"Bahwa dari 25 orang tersebut diwakili oleh ahli warisnya yang berjumlah 22 orang (para penggugat)," kata Hamdan.

Sementara itu, H Yusuf, salah seorang warga mengaku belum menerima pembayaran penuh atas bidang tanahnya seluas 1,3 hektare yang dijadikan sebagai area bandara. Angkasa Pura memberikan pembayaran Rp200 ribu per 100 meter persegi pada 1995.

"Kami akan meminta semua pihak yang terlibat untuk bersumpah di atas Al-Quran, dan meminum air dari makam keramat di Lombok Tengah. Biar kita tahu siapa yang berbohong. Dan kami siap untuk mati di lintasan pesawat," kata pria lanjut usia yang mengaku landasan pacu bandara merupakan lokasi tanahnya.

Sementara itu, General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Lombok I Gusti Ngurah Ardita, tidak memberikan penjelasan meskipun sudah dimintai konfirmasinya melalui pesan singkat telepon selular.

Pejabat itu juga tidak mengangkat telepon selularnya meskipun sudah dihubungi beberapa kali.  (*)