Mataram (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Nusa Tenggara Barat mendorong perusahaan menerapkan sistem pengupahan berbasis produktivitas dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja di wilayah itu.
Kepala Disnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, mengatakan pengupahan berbasis produktivitas sangat penting sebagai solusi untuk menciptakan keadilan bagi pekerja yang telah lama bekerja di perusahaan.
"Karena itu kami terus melakukan pembinaan dan mendorong perusahaan agar menerapkan dan menyusun struktur serta skala upah berbasis produktivitas," ujarnya di Mataram, Ahad.
Baca juga: Disnakertran NTB mendorong perusahaan wajib menerapkan skala upah bagi pekerja
Ia mengatakan sistem pengupahan yang selama ini fokus pada upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sering kali tidak adil bagi pekerja berpengalaman yang memiliki kompetensi dan etos kerja tinggi.
Sesuai Pasal 26 PP Nomor 51 Tahun 2023, formula perhitungan upah minimum mencakup tiga variabel, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu (disimbolkan dalam bentuk α). Namun demikian setiap daerah memiliki kondisi ekonomi dan sosial yang berbeda, sehingga parameter penentuan upah tidak bisa disamakan antara daerah yang berpenduduk banyak dengan daerah yang kecil atau terpencil.
"Selama ini masih banyak perusahaan yang menjadikan UMP dan UMK sebagai standar gaji atau upah, padahal UMP dan UMK itu hanya berlaku untuk pekerja baru," ucapnya.
Baca juga: UMP di Kota Mataram tertinggi di NTB
Aryadi menyebutkan, berdasarkan data WLKP Online di NTB terdapat 27.983 perusahaan, di mana yang sudah menerapkan Struktur dan Skala Upah (SuSu) hanya 375 perusahaan. Karena itu, ia berharap makin banyak perusahaan yang menerapkan SuSu sehingga bisa menyejahterakan pekerja dengan upah yang layak, berkeadilan, dan berkelanjutan, karena akan berdampak pada hubungan industrial yang harmonis.
Ia juga menegaskan hubungan industrial yang baik harus didasarkan pada keseimbangan antara hak dan kewajiban, baik bagi pekerja maupun perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan memiliki kewajiban untuk mematuhi norma ketenagakerjaan yang ditetapkan oleh pemerintah, sementara pekerja diharapkan dapat memberikan kontribusi produktif bagi perusahaan.
"Kita harus terus bergerak menuju pengupahan berbasis produktivitas. Perusahaan tidak mungkin membayar upah tinggi jika pekerjanya tidak produktif. Begitu juga sebaliknya, pekerja yang produktif tentu berhak mendapatkan upah yang sesuai dengan kontribusi yang mereka berikan," ujar Aryadi.
Baca juga: UMP NTB 2024 direkomendasikan naik menjadi Rp2,4 juta
Ia menyampaikan, penyusunan skala upah tidak bisa lepas dari analisis jabatan, evaluasi jabatan, dan beban kerja. Tidak mungkin pekerja yang beban kerjanya tinggi dan risiko kerjanya tinggi akan memperoleh upah atau gaji yang sama dengan pekerja dengan risiko dan beban kerja rendah.
Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mengukur produktivitas pekerjanya berdasarkan kompetensi dan tanggung jawab yang mereka emban agar perusahaan dan pekerja memiliki acuan yang jelas terkait target dan kompensasi.
"Beban, kondisi, dan risiko kerja adalah hal yang mendasar dalam penyusunan struktur dan skala upah," tegas mantan Irbansus pada Inspektorat NTB tersebut.
Aryadi mengungkapkan selama tiga tahun terakhir pihaknya terus berupaya mendengarkan masukan dari berbagai pihak, baik dari HRD perusahaan maupun serikat pekerja.
Baca juga: 110 ribu pekerja rentan di NTB daftar BPJAMSOSTEK pada 2022
Beberapa permasalahan yang kerap terjadi di lapangan terkait pengupahan adalah seperti kasus keterlambatan pembayaran upah, perbedaan pendapat mengenai jumlah upah, serta ketidaktahuan pekerja maupun perusahaan terkait aturan insentif.
Aryadi juga menyoroti banyaknya tenaga kerja kompeten dan berpengalaman di NTB yang tidak dibekali lisensi atau sertifikat kompetensi profesi. Karena itu, tahun lalu pihaknya telah mengusulkan pembentukan LSP P3 di NTB dan sudah dihubungkan dengan BNSP.
Disnakertrans juga telah mendorong pelaksanaan sertifikasi dengan pola stimulus. Tahun lalu, Disnakertrans memberikan dana stimulus kepada asosiasi HRD NTB untuk melakukan sertifikasi kompetensi P3 bagi para HRD. Sebanyak 48 HRD mengikuti bimtek tersebut dan telah lulus.
Baca juga: Upah minimum pekerja Kota Mataram paling tinggi di NTB
Dengan berbagai langkah strategis yang telah diambil, Aryadi optimistis NTB akan terus bergerak maju dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan mendukung kesejahteraan pekerja.
"Keadilan bukanlah memberikan upah yang sama rata, tetapi upah yang sesuai dengan kinerja dan tanggung jawab. Ini yang perlu dipahami oleh perusahaan, sehingga mereka dapat menyusun skema pengupahan yang lebih adil dan memotivasi pekerja untuk terus meningkatkan kapasitas diri," katanya.
Berita Terkait
Kompetensi nakes di NTB ditingkatkan untuk tangani jemaah haji
Selasa, 3 Desember 2024 23:55
Edufair NTB 2024 untuk buka beasiswa pelajar dan mahasiswa
Selasa, 3 Desember 2024 23:53
Dua TPS di Lombok Tengah dan Sumbawa Barat diminta gelar PSU
Selasa, 3 Desember 2024 23:51
Bawaslu NTB dalami 121 surat suara tercoblos di TPS Juranalas Sumbawa
Selasa, 3 Desember 2024 19:49
Museum Negeri NTB ungkap pentingnya pembentukan museum daerah
Selasa, 3 Desember 2024 19:46
Jusuf Kalla: PMI siap bantu pemerintah hadapi bencana alam
Selasa, 3 Desember 2024 18:35
Pathul-Nursiah menang Pilkada Lombok Tengah 2024 hasil rekapitulasi KPU
Selasa, 3 Desember 2024 17:53
KDD dapatkan video tunadaksa jalankan modus pelecehan seksual di Mataram
Selasa, 3 Desember 2024 17:48