Bima (ANTARA) - Ratusan tenaga kesehatan (Nakes) dan karyawan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bima mengeluhkan keterlambatan pembayaran insentif Jasa Pelayanan (Jaspel) hingga memasuki lima bulan.
"Awalnya enam bulan, namun per tanggal 28 Februari lalu sudah di transfer untuk satu bulan yakni September," ungkap salah satu nakes RSUD Bima kepada ANTARA di Kota Bima yang enggan identitasnya tidak di publis, Selasa.
Dikatakannya, meski sudah dibayarkan sebulan namun yang belum jelas kapan dan sampai kapan itu akan dibayarkan masih lima bulan.
"Itu terhitung sejak Oktober, November, Desember, Januari dan Februari. Mungkin, kalau tidak kami ributkan pasti tidak akan menjadi perhatian dan yang satu bulan itu juga tidak akan di transfer," ujarnya.
Lebih lanjut pria yang mengaku sudah hampir lima tahun mengabdi sebagai honorer ini, peristiwa ini hampir setiap tahun terjadi. Namun, jarang terpublis di media massa maupun media sosial dan jarang ada yang berani bersuara.
"Karena siapa-siapa yang diketahui bersuara lantang dan aktif mempermasalahkannya, pasti akan di sabotase dan dipersulit urusannya oleh pihak manajemen RSUD. Apalagi sekelas kami yang masih anak bawang dan status honorer ini, " jelasnya.
Baca juga: RSUD Sondosia Bima siap naik kelas ke tipe C
Saat ditanyakan besaran insentif tersebut, ia membeberkan, tergantung jumlah pasien dan ruangan juga statusnya.
"Kalau saya pribadi dan teman-teman satu ruangan dapatnya per bulan Rp1,9 juta hingga Rp2 jutaan. Jadi disini, sudah biasa ada pengkotak-kotakan. Siapa yang paling dekat dengan Direktur dan pihak manajemen itu dapatnya besar," bebernya.
Lanjutnya, dirinya bersama ratusan nakes lain sangat kecewa terhadap keterlambatan pembayaran ini.
"Kami bekerja siang dan malam, menghadapi berbagai risiko kesehatan, tetapi hak kami tidak diberikan tepat waktu. Sementara kebutuhan hidup terus berjalan. Banyak dari kami yang harus membayar cicilan, biaya sekolah anak, dan kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh seorang Perawat berstatus ASN yang juga enggan di publis identitasnya. Ia mengkhawatirkan, dampak lebih luas akan terjadi akibat keterlambatan pembayaran insentif ini.
"Kalau keterlambatan ini terus berlanjut, motivasi kerja pegawai bisa menurun. Bahkan, bisa berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kepada pasien," katanya.
Kondisi ini, lanjutnya, memicu keresahan di kalangan pegawai, terutama tenaga medis yang setiap hari berada di garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
"Situasi ini dikhawatirkan akan berdampak pada pelayanan rumah sakit. Beberapa tenaga medis mengungkapkan bahwa jika kondisi ini tidak segera diselesaikan, mereka bisa saja melakukan aksi mogok kerja atau bekerja secara minimal sebagai bentuk protes," tandasnya.
Sementara itu, Direktur RSUD dr. H. Ihsan mengatakan, sudah mulai membayarkan per 28 Februari lalu.
"Alhamdulillah Jaspel tahun 2024 mulai Januari-Desember sudah terbayarkan dengan total Rp.34,8 Miliar," akunnya.
Ia menjelaskan, untuk yang bulan Januari 2025 tidak terima Jaspel. Baru diterima per 28 Februari 2025.
"Insya Allah pertengahan Maret ini juga, klaim sudah bisa dibayarkan oleh BPJS. Semoga kedepannya bisa terus lancar," jelasnya.
Pantauan ANTARA di media sosial faceboook dan tiktok. Para pegawai RSUD Bima juga meminta adanya transparansi dalam pengelolaan keuangan rumah sakit, terutama terkait alur masuknya dana Jaspel.
Mereka juga meminta, evaluasi sistem pembayaran Jaspel, agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Sebagai informasi, Jaspel merupakan hak tenaga medis dan karyawan rumah sakit yang berasal dari pendapatan rumah sakit, khususnya dari klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan serta sumber pendapatan lainnya.
Dana ini digunakan sebagai insentif atas pelayanan yang telah diberikan kepada pasien, terutama bagi dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya.