Mataram (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Nusa Tenggara Barat, menolak eksepsi (nota pembelaan) terdakwa korupsi kredit serba guna (KSG) dari Bank NTB Cabang Bima, I Gede Laken.
Pernyataan Majelis Hakim yang diketuai A. A. Putu Ngurah Rajendra dengan hakim anggota Fathurrauzi dan Naspudin, menolak eksepsi terdakwa Gede Laken disampaikan dalam sidang putusan selanya yang digelar pada Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Senin.
"Dengan ini Majelis Hakim menolak eksepsi terdakwa dan menyatakan surat dakwaan yang disampaikan penuntut umum sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," kata Hakim Ketua Ngurah Rajendra.
Dalam uraian penjelasannya, Majelis hakim menilai surat dakwaan penuntut umum telah disampaikan secara cermat dan jelas tahap demi tahap sesuai dengan perbuatan Gede Laken.
Karenanya, dinyatakan bahwa surat dakwaan penuntut umum sudah tergambarkan secara jelas terkait perbuatan Gede Laken dalam keterlibatan kasus pencairan kredit yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) pembiayaan tersebut.
Sehingga Pasal 156 Ayat 1 KUHAP soal keberatan Gede Laken terhadap dakwaan penuntut umum atas persyaratan formilnya, sudah menjadi kewenangan pengadilan untuk mengadili. Begitu juga dengan mekanisme penyusunan dakwaan penuntut umum, dinyatakan sudah sesuai dengan aturan Pasal 143 KUHAP.
Sedangkan, eksepsi terdakwa Gede Laken yang merupakan mantan analis kredit Bank NTB Cabang Bima tersebut, dilihat lebih pada pembahasan pokok perkara yang seharusnya dibuktikan dalam persidangan.
Karenanya, Majelis Hakim menyatakan sidang akan dilanjutkan dengan surat dakwaan dari penuntut umum tetap menjadi dasar dalam memeriksa perkara terdakwa selama persidangan.
"Untuk itu, meminta kepada penuntut umum untuk melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan perkara terdakwa," ujarnya.
Usai mendengar pernyataan Majelis Hakim, penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Bima yang diwakilkan I Wayan Suryawan, meminta waktu hingga pekan depan untuk kesiapan menghadirkan saksi-saksi dalam agenda persidangan selanjutnya.
"Baik, jadinya persidangan kita tunda hingga Senin (9/9) pekan depan, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Kepada penuntut umum dimohon untuk menghadirkan," ucap Ngurah Rajendra.
Dalam dakwaannya, penuntut umum menjerat Gede Laken dalam dua dakwaan, primair maupun susbidair.
Dalam dakwaan primairnya, penuntut umum menerapkan Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Ayat (1) Huruf a dan b, Ayat (2), Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sedangkan dalam dakwaan subsidairnya, perbuatan Gede Lakem sebagai pihak bank yang bertanggung jawab dalam pencairan kredit tersebut dinyatakan telah melanggar Pasal 3 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) Huruf a dan b, Ayat (2), Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Diketahui bahwa perkara milik Gede Laken masuk ke meja persidangan dari hasil pengembangan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP milik tiga terdakwa yang lebih dulu menjalani persidangan dan telah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, yakni Hasnah, Evi Rahmawati dan Rita Elmiati.
Terdakwa Evi Rahmawati dihukum penjara satu tahun dua bulan. Sementara Rita Elmiati dan Hasnah divonis penjara satu tahun. Masing-masing terdakwa itu juga dihukum membayar denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.
Terdakwa Evi Rahmawati, Rita Elmiati, dan Hasnah terbukti korupsi hingga merugikan keuangan negara yang ditanamkan ke BUMD Bank NTB Cabang Bima sebesar Rp165,6 juta.
Karenanya, ketiga terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar dakwaan subsidair Pasal 3 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) Huruf a dan b, Ayat (2), Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Terdakwa Hasnah adalah mantan bendahara Dinas Peternakan Kabupaten Bima, sementara Evi dan Rita, keduanya pada tahun 2011 lalu berdinas di Dinas Kesehatan Kabupaten Bima.
Terdakwa Evi dan Rita bermodal SK CPNS dan persyaratan khusus lainnya mengajukan Kredit Serba Guna (KSG) ke Bank NTB Cabang Bima. Kredit diajukan dengan plafon Rp100 juta dan masa angsuran 96 bulan. Mereka mengajukan kredit sebagai PNS Dinas Peternakan Kabupaten Bima padahal mereka sudah berdinas di Dinas Kesehatan Kabupaten Bima.
Kemudian pengajuan persyaratan kredit itu dibantu dengan manipulasi terdakwa Hasnah. Pinjaman tersebut bertolak belakang dengan pemenuhan kewajiban yang diatur dalam klausul perjanjian. Evi menggunakan uang pinjaman kredit itu untuk membangun rumah kos.