Pemkot Mataram membuat desain hunian sementara nelayan terdampak abrasi

id huntara,wali kota,mataram

Pemkot Mataram membuat desain hunian sementara nelayan terdampak abrasi

Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana (pakai topi), Rabu (11/1-2023) meninjau lokasi lahan untuk relokasi warga Mapak Indah Sekarbela, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang terdampak abrasi 22 Desember 2022. (Foto: ANTARA/HO Camat Sekarbela)

Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyiapkan desain pembangunan hunian sementara (huntara) sebagai tempat relokasi bagi 17 kepala keluarga (KK) nelayan di Lingkungan Mapak Indah yang rumahnya roboh akibat abrasi pantai pada 22 Desember 2022.

"Alhamdulillah, hari ini kita sudah mendapat kepastian pemanfaatan lahan untuk relokasi nelayan terdampak abrasi dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat," kata Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana di Mataram, Rabu.

Wali Kota mengatakan hal itu usai meninjau langsung lahan milik Pemerintah Provinsi NTB yang berada di bagian belakang Kantor Uji Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kota Mataram di wilayah Mapak Indah, Kecamatan Sekarbela, seluas lahan 2.000 meter persegi.

"Setelah izin pemanfaatan lahan kita terima, selanjutnya saya meminta OPD terkait menyiapkan desain perencanaan bangunan huntara termasuk akses jalan masuk, agar tahapan administrasi bisa dilakukan," katanya.

Menurut rencana, pembangunan huntara bagi 17 kepala keluarga di Mapak Indah akan menggunakan biaya tak terduga (BTT) yang merupakan dana tanggap darurat.

"Proses pembangunan huntara memang tidak bisa serta merta, tapi akan kita usahakan semua selesai secepatnya agar 17 KK yang masih mengungsi saat ini bisa segera tinggal di huntara," katanya.

Lebih jauh Wali Kota Mataram mengatakan, huntara di Mapak Indah akan dibangun sama dengan huntara nelayan di Bintaro dengan ukuran bangunan 4x8 meter, dan akan disiapkan ruang atau jarak tertentu yang bisa dijadikan variabel pendukung oleh warga.

"Kami berterima kasih dan memberikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi NTB yang telah memberikan respon cepat untuk lokasi relokasi nelayan kita," katanya.

Hanya saja, tambah wali kota, relokasi warga ke huntara itu menjadi solusi sementara. Karena itu, pemerintah kota kembali akan berkoordinasi dengan pemerintah provinsi terkait kemungkinan penambahan lahan, agar pemerintah kota bisa usulkan untuk pembangunan rusunawa sebagai solusi permanen.

Pasalnya, selain 17 KK yang terdampak abrasi, masih ada sekitar 30 KK yang berpotensi terancam abrasi setiap tahun karena tinggal di sempadan pantai.

"Namun kalau hanya untuk relokasi warga yang terdampak abrasi saat ini, 2.000 meter persegi lahan yang diberikan pemerintah provinsi mencukupi," katanya.