Kader di posyandu butuh peningkatan ilmu terkait gizi keluarga

id posyandu,kader posyandu,stunting,kental manis,kopmas

Kader di posyandu butuh peningkatan ilmu terkait gizi keluarga

Ilustrasi: Kader posyandu menimbang berat badan balita di Aula Posyandu, Kampung Nelayan Sebrang Belawan, Medan, Sumatera Utara, Senin (16/1/2023). . ANTARA FOTO/Yudi/Lmo/rwa.

Jakarta (ANTARA) - Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) mengatakan banyak kader di posyandu yang membutuhkan bantuan pemerintah untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya terkait gizi anak maupun keluarga.
 

“Posyandu itu ada di setiap daerah, berapa ribu desa itu kan. Kalau misalnya puskesmas membekali kader posyandunya dengan modul atau materi terkait masalah susu, ini sebenarnya bisa loh,” kata Sekretaris Jenderal Kopmas Yuli Supriati di Jakarta, Selasa.

Yuli menuturkan hingga hari ini terdapat banyak kader posyandu yang tidak memahami kebutuhan gizi yang diperlukan sebuah keluarga, utamanya seorang baduta atau balita guna terhindar dari terkena stunting.

Hal tersebut bisa dibuktikan dengan masyarakat yang masih mempertanyakan pengertian stunting dan alasan stunting mengenai anak-anak Di Nusa Tenggara Timur (NTT), Kopmas mendapati kader posyandu hanya dilatih cara untuk mengukur tinggi badan dan berat badan anak saja. Banyak diantaranya belum mendapatkan pembekalan gizi anak.
 

Di sisi lain, kader posyandu NTT memang sudah paham bahwa kental manis tidak boleh diberikan pada balita. Hanya saja, mereka tidak memahami alasan utamanya.

“Anak-anak di sana itu bukan lagi (susu) kental manis tapi di sana minuman manis yang dikemas dalam gelas-gelas itu. Mungkin harganya Rp1.000-Rp2.000, dari berbagai rasa dan itu sudah menjadi kegemaran anak-anak di NTT,” katanya.

Akibatnya, kata dia, anak-anak lebih menyukai rasa manis dan enggan untuk memakan makanan sehat, sehingga menurunkan nafsu makan mereka dan berakhir terkena stunting. Dampak lainnya adalah meningkatnya jumlah penderita diabetes tipe II.

Di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, dan DIY, Kopmas menemukan kader posyandu tidak bisa membedakan antara anak stunting dan gizi buruk. Pelibatan kader dalam pengentasan stunting juga sebatas pendataan warga saja.
 

“Masih banyak kader yang ketika dia datang hanya sebatas datang. Jadi yang mereka butuhkan hanya catatan. Mereka kan sudah diarahkan ketika tinggi badan dan berat badan di bawah garis merah, ini stunting, lalu sudah,” katanya.

Baca juga: Pemkot Mataram melibatkan kader posyandu untuk layanan vaksinasi
Baca juga: Wali Kota Mataram mengapresiasi kader posyandu wujudkan "Bangga Kencana"

Dalam kesempatan itu Yuli menyarankan agar pemerintah memberikan pembekalan pengetahuan gizi dan batasan konsumsi gula, garam, dan lemak, oleh kader posyandu Guna menunjang sosialisasi bahaya konsumsi gula berlebihan pada anak kepada kader dan masyarakat, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bisa membuat Iklan Layanan Masyarakat (ILM) yang dapat ditayangkan melalui sosial media sebagai media yang mudah diakses oleh setiap pihak.

Yuli menyarankan pemerintah untuk mendorong produsen ikut berpartisipasi dalam memberikan edukasi dan sosialisasi penggunaan kental manis yang benar. Salah satunya menekankan bahwa kental manis tidak boleh digunakan sebagai pengganti susu “Yang sangat kita inginkan kalau bisa dari kecil anak-anak, ketika masa MPASI itu dikenalkan berbagai macam rasa, jadi dia tidak bergantung pada rasa manis,” ujarnya.