Pemprov NTB Bongkar Bangunan Liar di Gili Air

id lahan gili air

"Tanah ini pernah digugat oleh warga yang mengklaim sebagai pemilik di PTUN. Provinsi dinyatakan menang, namun masyarakat mengajukan banding dan kembali menggugat hingga Mahkamah Agung (MA) yang kemudian memenangkan provinsi sebagai pemilik lahan,"
Mataram (Antara NTB) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mulai Rabu (25/5) akan membongkar dan penertibkan sejumlah bangunan liar di kawasan wisata Gili Air, Kabupaten Lombok Utara, karena berdiri di atas lahan milik pemerintah provinsi.

Kasat Pol PP Pemerintah Provinsi NTB Ibnu Salim di Mataram, Selasa, mengatakan upaya pembongkaran bangunan dilakukan karena lahan seluas 3,2 hektare di lokasi wisata Gili Air itu sudah sejak lama diklaim sebagai milik masyarakat.

Padahal, berdasarkan bukti kepemilikan, lahan tersebut merupakan milik pemerintah provinsi. Hal ini diperkuat dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) nomor 100 tahun 2013.

"Tanah ini pernah digugat oleh warga yang mengklaim sebagai pemilik di PTUN. Provinsi dinyatakan menang, namun masyarakat mengajukan banding dan kembali menggugat hingga Mahkamah Agung (MA) yang kemudian memenangkan provinsi sebagai pemilik lahan," katanya.

Menurut dia, rencana pembongkaran 18 unit bangunan yang terdiri atas 15 bangunan ukuran besar dan 3 berukuran kecil ini sudah diberitahukan ke masyarakat sejak beberapa bulan lalu, namun tidak pernah diindahkan masyarakat.

"Kita sudah melakukan pendekatan baik secara lisan maupun tulisan terkait rencana pembongkaran ini. Kalau pun mereka melawan pemerintah tetap akan melakukan upaya paksa," jelasnya.

Dalam upaya penertiban dan pembongkaran bangunan itu, Ibnu menyebutkan ada 321 personel yang dilibatkan terdiri atas Satpol PP NTB, kepolisian dan TNI. Termasuk, Satpol PP Kabupaten Lombok Utara.

"Kita bukan mengeksekusi aset. Tetapi penertiban aset provinsi yang ada di daerah," ujarnya.

Meski demikian, mantan Kabag Humas dan Protokol Setda NTB ini, menyatakan lahan itu bisa saja dipergunakan masyarakat atau investor asalkan bekerja sama dengan pemerintah provinsi.

"Jadi penertiban ini lebih merupakan upaya pemerintah provinsi menertibkan aset yang ada," katanya. (*)