Status tahanan kota mantan Kadisdik Mataram diperpanjang

id Mantan kadisdik mataram,Kejari Mataram,Kajari Mataram,tahanan kota

Status tahanan kota mantan Kadisdik Mataram diperpanjang

Kepala Kejari Mataram I Ketut Sumedana. (Foto Antaranews NTB/Dhimas Budi Pratama)

Mataram (Antaranews NTB) - Status tahanan kota dari mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Sudenom diperpanjang oleh jaksa penuntut umum karena alasan kesehatan jantung dan stroke.

Kepala Kejaksaan Negeri Mataram I Ketut Sumadana, di Mataram, Jumat, menjelaskan status tahanan kota dari tersangka yang tersandung dalam kasus pungutan liar (pungli) di lingkup Disdik Kota Mataram Tahun 2017 ini diperpanjang sejak 21 November 2018.

"Dia sakit jantung, stroke. Rekam medisnya ada, surat jaminannya juga ada. Jadi alasan tidak ditahan karena sakit," kata Sumadana.

Berdasarkan aturannya, jaksa penuntut umum memberikan perpanjangan masa tahanan kepada tersangka hingga 20 hari ke depan sejak ditetapkan. Karena itu, untuk perpanjangan Sudenom diberikan hingga 10 Desember 2018.

Mantan Kepala Disdik Kota Mataram itu ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pidana pasal 5 dan atau pasal 11 Undang Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang Undang RI Nomor 30/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sangkaan pidana tersebut diberikan dengan tuduhan telah melakukan pungutan kepada 60 kepala SD dan SMP se-Kota Mataram tanpa didasari aturan yang dikeluarkan pemerintah.

Nominal setoran yang diberikan oleh kepala sekolah berbeda-beda. Kisarannya mulai dari Rp1,5 juta sampai Rp2,5 juta.

Dari sekian banyak yang disetorkan oleh kepala sekolah, Sudenom menerima setoran hingga nilainya mencapai Rp120 juta. Nominal Rp120 juta tersebut muncul berdasarkan hasil audit tim penyidik jaksa, antara lain digunakan untuk membiayai pengobatan dan perjalanan dinas tersangka.

Pada awal penyelidikannya, pungli yang dituduhkan kepada tersangka Sudenom mencapai Rp2 miliar dari 140 SD dan SMP se-Kota Mataram. Modusnya untuk membiayai pengobatan dan perjalanan dinasnya.

Menurut informasi, setoran dari masing-masing sekolah itu diberikan berdasarkan adanya SPJ dari tersangka. Setiap kepala sekolah kemudian diminta untuk mengganti setorannya dari dana bantuan operasional sekolah (BOS).