Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyiapkan dua strategi guna menggenjot penerimaan pajak tahun 2025. Seperti diketahui, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 menetapkan target penerimaan pajak mencapai Rp2.189,3 triliun, tumbuh 10,07 persen dari target APBN 2024 yang sebesar Rp1.988,8 triliun.
“(Strateginya) ekstensifikasi dan intensifikasi yang jelas,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di Jakarta, Selasa.
Dalam Buku II Nota Keuangan, disebutkan bahwa target penerimaan pajak tersebut mempertimbangkan proyeksi kinerja ekonomi dan keberlanjutan reformasi pajak. Penerimaan pajak penghasilan (PPh) ditargetkan tumbuh sebesar 13,8 persen dari proyeksi 2024, yakni mencapai Rp1.209,3 triliun. Penerimaan PPh terdiri dari PPh migas Rp62,8 triliun dan PPh nonmigas Rp1.146,4 triliun.
“PPh itu melihat dinamika ekonomi. Tahun ini harga komoditas turun, harapannya tahun depan akan meningkat,” ujar dia.
Kemudian, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) diperkirakan mencapai Rp945,1 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) ditargetkan Rp27,1 triliun, dan pajak lainnya dipatok sebesar Rp7,8 triliun.
Meski begitu, Suryo menyebut target penerimaan pajak tahun anggaran 2025 masih akan dibahas lebih lanjut dengan DPR.
Baca juga: Pemkab Lombok Utara-NTB optimalkan pungutan pajak kendaraan
Baca juga: DJP Bali kumpulkan penerimaan pajak capai 64 persen
“Belum dibahas (lebih lanjut). Sekarang baru Sidang Paripurna untuk tahun anggaran 2023,” tambahnya.
Secara keseluruhan, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp2.996,9 triliun, lebih tinggi dari proyeksi APBN 2024 yang sebesar Rp2.802,5 triliun. Nilai itu terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp505,4 triliun. Adapun belanja negara ditetapkan sebesar Rp3.613,1 triliun. Dengan demikian, target defisit dalam RAPBN 2025 sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53 persen.