Dompu (ANTARA) - Tiga dari enam perusahaan tambak di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) diketahui belum miliki izin lengkap.
"Dari enam perusahaan yang ada, baru tiga yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dengan satu di antaranya sudah beroperasi, sementara dua lainnya masih dalam tahap persiapan," ungkap Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Dompu Amiruddin, kepada ANTARA, Selasa.
Dikatakannya, ke-enam perusahaan itu PT Anugerah Berkah Berkelimpahan (ABB) di Desa Kiwu, Kecamatan Kilo. CV Kiwu Sukses Bersama (KSB) di Desa Kiwu, Kecamatan Kilo. PT Alfa Segara Makmur (ASM) di Desa Nangakara, Kecamatan Pekat. CV Sumber Mata Air Bima (SMAB) di Desa Soritatanga, Kecamatan Pekat. PT Budidaya Laut Tambora (BLT) di Desa Soritatanga, Kecamatan Pekat dan Ir. Mulyadi Tjahyono DKK di Hodo, Desa Soritatanga, Kecamatan Pekat.
"Yang memiliki ijin IPAL baru PT ABB, PT ASM dan Ir. Mulyadi Thahyono DKK. Sementara tiga lainnya belum punya," jelasnya.
Baca juga: Pengusaha tambak di NTB diminta segera lengkapi izin
Lebih lanjut Amiruddin memaparkan, ke-tiga yang sudah memiliki IPAL. Satu diantaranya sudah beroperasi, dan 2 lainnya masih tahap persiapan. Yang sudah beroperasi tambak milik Ir Mulyadi Tjahyono, DKK di Hodo Desa Soritatanga Kecamatan Pekat.
“Tidak semua memiliki IPAL. Yang memiliki pun masih pada proses pengendapan secara alami. Belum sampai pada mengolah sebelum dibuang ke laut,” katanya.
Amiruddin juga mengaku, selain tambak intensif Dompu juga miliki budidaya tradisional yang ada di wilayah teluk Cempi. Luasnya sekitar 2.600an ha yang tersebar di wilayah Kecamatan Pajo, Dompu, dan Woja. Tambak udang seluas 930 ha dan sisanya tambak bandang dan lainnya.
“Itu dimiliki oleh 1.600an orang. Kalau dirata – ratakan, 1 ha lebih per orang,” ungkap Amiruddin.
Baca juga: Pelaku usaha tambak di NTB ditarget enam bulan rampungkan perizinan
Ia menjelaskan, system tradisional yang digunakan petani tambak di Teluk Cempi hanya mengandalkan alam dalam system budidayanya.
"Posisi yang jauh dari laut, membuat petani mengandalkan air pasang untuk mendapatkan air laut untuk budidayanya dan ini dilakukan secara alami. Sehingga potensi rugi dan untungnya sama-sama besarnya," paparnya.
Berbeda dengan system intensif yang padat modal. Lanjut Amiruddin, system budidayanya menggunakan lingkungan disteril dan direkayasa.
"Pengelolaan lingkungan, terutama dari aktivitas air limbah yang dibuat saat panen dan ganti air. Pada proses ini seharusnya ada instalasi pengolahan airnya agar tidak mencemari air laut dari proses buangannya.
Terkait kewajiban Perusahaan, Amiruddin mengaku, dalam system budidaya tidak dibolehkan ada penarikan retribusi.
"Berbeda dengan mereka yang menggunakan system intensif, karena menggunakan air laut langsung, ada kewajiban PNBP yang disetorkan ke negara sekali dalam setahun," pungkasnya.
Baca juga: Sebanyak 51 perusahaan tambak udang di Lombok Timur telah miliki izin